sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Klaster pendidikan RUU Ciptaker didesak untuk dicabut

Ada unsur pemaksaan pendidikan agar lebih liberal di dalam RUU Ciptakerja.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Kamis, 03 Sep 2020 08:57 WIB
Klaster pendidikan RUU Ciptaker didesak untuk dicabut

Klaster pendidikan didesak untuk dapat dicabut seluruhnya dari substansi Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Lapangan Kerja (RUU Ciptakerja). Pasalnya, klaster itu dinilai telah melenceng dari hakikat pendidikan konstitusi.

"Semua substansi terkait pendidikan, termasuk yang merubah UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, UU Guru dan Dosen, dan UU Pendidikan Kedokteran harus dicabut, karena sudah melenceng dari hakikat pendidikan dalam konstitusi kita," ujar Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih, dalam keterangannya, Kamis (3/9).

Politikus PKS itu menduga, ada unsur pemaksaan pendidikan agar lebih liberal di dalam RUU Ciptakerja. Hal itu ditandai dengan merubah pasal pada regulasi yang mengurusi pendidikan tersebut.

Kendati demikian, Fikri menyatakan menolak segala bentuk justifikasi atas liberalisasi pendidikan yang tercantum dalam peraturan perundangan-undangan seperti RUU Ciptakerja.

"Preambul konstitusi UUD 1945 kita langsung menyebut soal kewajiban pemerintah, salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu dengan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, bukan melepasnya secara komersil," kata dia.

Selain itu, dia menilai draft RUU Ciptakerja telah melanggar kodrat kontitusi dengan mewajibkan institusi pendidikan mengurus izin berusaha sebagaimana tertuang pada Pasal 68 ayat (5) draf RUU Ciptaker.

Diktum itu menjelaskan terkait ketentuan pada pasal 62 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diubah, yang berbunyi penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

"Ketentuan ini memaksa institusi pendidikan berbasis masyarakat untuk punya izin usaha, alih-alih pemerintah seharusnya membantu mereka sebagai amanat konsitusi," kata Fikri.

Sponsored

Selain itu, terdapat ketentuan lain yang mengatur sanksi  jika tidak mempunyai izin berusaha berpa pidana kurungan maksimal 10 tahun dan denda Rp1 miliar. 

"Pasal ini menambah esensi pemaksaan secara hukum, bahwa pesantren-pesantren, madrasah diniyah, serta pendidikan nonformal berbasis masyarakat lainnya harus punya izin usaha," tegas Fikri.

Tak hanya soal izin usaha, substansi yang dikritik Fikri yakni terkait isu perombakan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen di dalam RUU Ciptakerja. Politisi PKS ini mengecam sejumlah pasal pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai diskriminatif terhadap guru dan dosen dalam negeri.

"Guru dan dosen lokal wajib sertifikasi, sedangkan pengajar asing dikasih karpet merah, ini benar benar RUU alien," kata dia.

Bagi Fikri, sikap pemerintah dalam membahas RUU Sisdiknas tidak konsisten. Dia mengingatkan, RUU tersebut telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2020, dan merupakan usulan pemerintah.

"Keputusan ini disepakati oleh pemerintah sendiri yang dihadiri Menteri Hukum dan HAM dalam rapat dengan badan legislasi DPR RI saat penentuan Prolegnas," tutup Fikri.

Berita Lainnya
×
tekid