sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komisi III pertimbangkan penundaan pengesahan RUU KUHP

DPR akan mempertimbangkan usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal penundaan RUU KUHP.

Ardiansyah Fadli Marselinus Gual
Ardiansyah Fadli | Marselinus Gual Jumat, 20 Sep 2019 19:30 WIB
Komisi III pertimbangkan penundaan pengesahan RUU KUHP

Pemerintah dan DPR sudah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP). Pengesahan RUU KUHP tinggal menunggu waktu. Tapi belakangan Presiden Joko Widodo meminta kepada wakil rakyat agar pengesahaan aturan itu ditunda untuk kembali menyerap aspirasi masyarakat.

Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengatakan, DPR akan mempertimbangkan permintaan Presiden Jokowi ihwal penundaan RUU KUHP.

Pertimbangan tersebut dilakukan guna merespons situasi dan dinamika yang muncul di masyarakat. Sekaligus akan dikomunikasikan dengan seluruh fraksi apakah sepakat memenuhi usulan presiden atau tidak.

"Ini baru pengambilan keputusan di tingkat pertama. Baru diusulkan diagendakan di paripurna. Untuk proses diagendakan di paripurna harus lewat Badan Musyawarah," terang Masinton kepada wartawan di Jakarta, Jumat (20/9).

Secara pribadi, Masinton mengaku menyetujui permintaan Jokowi. Selain karena dinamika yang ada, Masinton menganggap rencana ini perlu disosialisasikan lebih jelas kepada masyarakat. Utamanya terkait pasal-pasal yang dianggap krusial. 

Anggota Komisi III lainnya, Arsul Sani menegaskan, DPR akan mempertimbangkan permintaan pemerintah. Bagi politikus Partai Persatuan Pembangunan ini, kesepakatan antara DPR dan pemerintah sangat diperlukan guna menghasilkan regulasi yang sehat. Arsul mendukung apapun keputusan pemerintah untuk menunda pengesahan RUU KUHP. 

Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi PKS Nasir Djamil memiliki pendapat berbeda. Menurut dia, jika permintaan penundaan ini dilatarbelakangi oleh tekanan, hal itu tidak sehat. 

Nasir mengatakan, penundaan ini juga harus disepakati oleh fraksi lainnya. Dia menjelaskan, rumusan yang ada RUU KUHP sudah melewati pembahasan panjang dan telah diputuskan oleh DPR di tingkat I.

Sponsored

"Diharapkan Presiden bisa lebih bersabar menunggu keputusan DPR," tegas dia.

Penolakan terhadap  RUU KUHP merupakan hal wajar. Namun dia berharap tidak ada penundaan pengesahan RUU KUHP.

Menurut dia, pemerintah dan DPR masih mempunyai waktu untuk memperbaiki sejumlah pasal yang dianggap tidak sesuai. "Masih ada waktu beberapa hari ke depan untuk disesuaikan," ujar politikus PKS ini saat dihubungi Alinea.id, Jumat (20/9).

DPR telah mengagendakan pengesahan RUU KUHP pada 24 September, setelah menggelar Pembicaraan Tingkat Pertama dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Setelah melakukan lobi, DPR dan pemerintah sepakat menurunkan atau memblok satu pasal dari sekian pasal yang ditolak masyarakat. Pasal yang diblok itu dinilai berpotensi mengkriminalisasikan pihak tertuduh. Pasal yang didrop terkait pria hidung belang yang ingkar janji untuk mengawini korban.

RUU KHUP ini merupakan produk hukum baru, menggantikan hukum Belanda yang telah diterapkan selama satu abad di Indonesia.

"Kami mempersembahkan KUHP baru untuk Indonesia. Warisan yang cukup besar buat generasi bangsa ke depan, setelah 100 tahun memakai hukum Belanda. Ini betul-betul hukum Indonesia," ujar Yasonna.

Yasonna juga mengklaim RUU KUHP merupakan upaya rekodifikasi terbuka terhadap seluruh ketentuan pidana yang ada di Indonesia dan menjawab seluruh perkembangan yang ada di masyarakat saat ini. Dia sendiri memaklumi penolakan segenap masyarakat selama ini dan menyarankan untuk melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid