sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komisi V DPR pinta kaji ulang pemakaiaan Boeing 737 Max 8

Lion Air cukup lalai karena tidak melakukan pengecekan terhadap riwayat dari pesawat Boeng 737. 

Dimeitri Marilyn
Dimeitri Marilyn Selasa, 30 Okt 2018 13:05 WIB
Komisi V DPR pinta kaji ulang pemakaiaan Boeing 737 Max 8

Anggota Komisi V DPR Fraksi Gerindra Fary Djemi Francis meminta agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengkaji ulang kelayakan Boeing 737 Max 8 dengan type komersial JT 610. 

"Berarti evaluasi pemerintah tidak berjalan," kata Fary Djemi Francis kepada Alinea.id, Selasa, (30/10).

Menurut Fary, Lion Air cukup lalai karena tidak melakukan pengecekan terhadap riwayat dari pesawat Boeng 737. Diantaranya peristiwa jatuhnya pesawat di Havana, Kuba dan Rusia.

"Kenapa pemerintah memperbolehkan Lion Air menggunakan pesawat yang sering kejadian jatuh di luar negeri. Artinya pemerintah juga lalai," ucap Fary Djemi Francis.

Selain itu, pemerintah dinilai sangat lamban mengumumkan jatuhnya pesawat Lion Air JT-610. Dia menilai kabar hilangnya pesawat sudah terendus sedari Pukul 07.00 dari Kantor SAR Jakarta. Apalagi di waktu 07.00 WIB sudah ada kapal AS Jaya 11 melihat pesawat Lion Air jatuh. 

Saat itu, Kapal Jaya 11 yang kebetulan melintas berada di koordinat 05º 49.727 S  107º 07.460 E arah Timur Laut sekitar pukul 07.00 WIB. Namun baru diinfokan pada pukul 09.00 WIB. 

"Dalam waktu dua jam sejak pukul 07.00 hingga 09.00 seharusnya upaya aksi pencarian dan pertolongan  sudah dilakukan. Pada peristiwa kecelakaan penerbangan, waktu bergerak sangat cepat, dan keputusan juga harus dibuat cepat," ucap Fary Francis.

Senada dengan Fary, anggota DPR Komisi V DPR dari Fraksi Golkar Muhidin M Said menekankan agar Lion Air berhati-hati saat akan membeli merk jenis Boeing 737. 

Sponsored

"Sepatutnya Lion Air melakukan pengkajian evaluasi mekanis. Apakah ini layak dipakai di medan udara Indonesia yang dinilai oleh pilot kita sendiri cukup extrim. Bagaimana cara pesawat ini minim turbulensi. Itu yang harus dipikirkan terlebih dahulu," ujar Muhidin M Said.

Dia juga berharap Kemenhub bisa melakukan evaluasi berkala terhadap sistem pembelian Boeing 737 Max 8.

"Harus ada uji kelayakan berkala jelas. Faktor cuaca jelas bukan. Karena ini kuat diduga karena faktor mekanik internal pesawat. Jangan berpuas diri menganggap pesawat baru tapi cek nya kurang tuntas," ucapnya.

Sementara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan tarif murah yang dipasang Lion Air selama menjadi industri penerbangan komersial dibandingkan perusahaan lainnya terkait kecelakaan yang menimpa pesawat Lion Air JT 610 pada Senin (29/10) pagi.

"Sebenarnya tarif murah menguntungkan konsumen, tapi disisi lain tarif murah juga menimbulkan pertanyaan apakah industri pesawat itu dikelola dengan baik?", ujar Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo.

Jika tarif murah dipasang Lion Air karena persaingan tidak sehat, sehingga hal itu mengancam keberlangsungan industri tersebut. YLKI menilai seharusnya tarif tiket pesawat dibuat rasional agar keselamatan penumpang dapat terjamin.

Selain tarif, indikator lainnya terkait manajemen PT Lion Air adalah penundaan penerbangan dan durasi antrian saat "check in" yang terlalu lama serta tingginya angka kecelakaan pesawat Lion Air.

"Kementerian Perhubungan (Kemenhub) seharusnya memberi peringatan kepada perusahaan airline yang ketepatan waktu keberangkatannya dibawah 75 persen. Check in kadang sampai 30 menit, itu jauh dari kata standar pelayanan. Mengenai angka kecelakaan saya kurang tahu angka pastinya, tapi itu harus diminimalisiasi" jelas Sudaryatmo. (ant)
 

Berita Lainnya
×
tekid