sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kerap kembalikan kasus pelanggaran HAM, Komnas HAM: Alasan Kejagung tak masuk akal

Kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia harus dituntaskan.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 21 Des 2020 07:58 WIB
Kerap kembalikan kasus pelanggaran HAM, Komnas HAM: Alasan Kejagung tak masuk akal

Penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia atau HAM berat oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang besar. Ada ada tiga kasus pelanggaran HAM masa lalu yang dibawa ke pengadilan, namun belum juga dituntaskan. 

Yakni peristiwa Tanjung Priok, Jakarta Utara (1984); kejadian Timor Timur; dan tragedi Abepura (2000). Dari ketiga kasus itu, tidak ada pelaku dari unsur militer yang dijebloskan ke penjara.

Di luar itu, ada sebanyak 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu belum dituntaskan. Yaitu peristiwa 1965-1966; penembakan misterius atau petrus (1982-1985); peristiwa Talangsari; tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II; kasus penghilangan orang Secara Paksa; kerusuhan Mei 1998; peristiwa Simpang KKA, Aceh (3 Mei 1999); peristiwa Jambu Keupok, Aceh (2003); pembunuhan dukun santet (1998-1999); peristiwa Rumoh Geudong, Aceh (1998); tragedi Paniai (2014); serta peristiwa Wasior dan Wamena (2001).

"Semua mentok, berganti Presiden. Dipulangkan lagi (pengembalian berkas penyelidikan Komnas HAM) oleh Kejagung dengan alasan formil, materiil, dan lain-lain. Sebagian besar itu (alasannya) tidak masuk akal bagi Komnas HAM," ujar Ketua Komnas HAM Taufan Damanik dalam diskusi virtual, Minggu (20/12).

Misalnya, alasan terkait wewenang penyitaan surat tugas dari Kodam. Padahal, Komnas HAM tidak memiliki wewenang menyita barang bukti, seperti kepolisian, kejaksaan, atau KPK. 

Jika memanggil jenderal-jenderal bersangkutan, Komnas HAM pun tidak memiliki wewenang untuk menuntut paksa. Atau permintaan adanya sumpah, meski pemeriksa kasus sudah meninggal. "Suatu permintaan yang tidak logis," tutur Taufan.

Komnas HAM berulangkali meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak mendengar argumentasi tersebut. Namun, kata dia, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD memberi sinyal positif. 
Misalnya, terkait tawaran KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi). 

"Tawaran KKR itu sudah ada timnya, tetapi dipatahkan lagi oleh kelompok lain. Saya terang-terangan bilang, kelompok Wiranto, selalu ada upaya-upaya untuk kompensasi, kemudian tidak ada penegakan hukum," ucapnya.

Sponsored

Kemudian, pada era Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, telah sempat tiga kasus dibawa ke pengadilan. Yaitu peristiwa Jambu Keupok, Aceh (2003); serta peristiwa Wasior dan Wamena (2001). 

Namun, malah terjadi polemik di media antara Komnas HAM dan Kejagung. Padahal, peristiwa Wasior dan Wamena (2001) dapat menjadi langkah politik untuk menyakinkan Papua.

Dibandingkan dengan peristiwa 1965-1966, peristiwa Jambu Keupok, Aceh (2003); serta peristiwa Wasior dan Wamena (2001), masih lebih mudah untuk memenuhi syarat-syarat KKR, karena bukti-buktinya masih banyak.

“Sekarang muncul lagi penembakan enam laskar FPI. Jadi kami terus mendorong, Komnas HAM dengan mandatnya hanya bisa sampai tahap-tahap itu,” kata Taufan.

Berita Lainnya
×
tekid