sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komnas HAM: Peristiwa Papua akibat akumulasi ketidakadilan

Masih banyak komitmen pemerintah pusat yang tidak diimplementasikan dan dijalankan dengan baik.

Valerie Dante
Valerie Dante Sabtu, 31 Agst 2019 12:43 WIB
Komnas HAM: Peristiwa Papua akibat akumulasi ketidakadilan

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menyatakan, peristiwa yang terjadi di Papua sepekan terakhir, merupakan akumulasi dari berbagai persoalan ketidakadilan yang dirasakan warga Papua selama ini.

"Tidak bisa dibaca hanya sebagai peristiwa saja, harus melihat konteks lebih luas agar dapat menjawab persoalan ini dengan lebih komprehensif," tutur Beka dalam diskusi "Bagaimana Sebaiknya Mengurus Papua" di Cikini, Jakarta, pada Sabtu (31/8).

Beka menyatakan masih banyak komitmen pemerintah pusat yang tidak diimplementasikan dan dijalankan dengan baik. Salah satunya terkait penyelesaian sejumlah persoalan pelangaran HAM di Papua yang belum menemukan titik terang.

"Selain itu, pendekatan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap masyarakat Papua yang sedang mengekspresikan pikirannya juga jadi persoalan. Sering kali pemerintah pusat melakukan pendekatan keamanan," lanjutnya.

Pembangunan infrastruktur, yang diasumsikan pemerintah pusat dapat mengangkat kesejahteraan, tidak mendapat respons yang cukup baik dari masyarakat Papua.

"Pertanyaannya, pembangunan itu buat siapa sebenarnya? Buat warga Papua atau untuk investor? Karena ketidakjelasan ini, ada perlawanan dari masyarakat setempat," kata dia.

Oleh karena itu, pemerintah pusat harus mengerti bahwa persoalan Papua tidak hanya bersumber dari ketidakadilan ekonomi saja. Namun, ada stigmatisasi, bagaimana mereka dianggap sebagai warga kelas dua dan solusi selalu datang dari Jakarta.

Itu semua, menimbulkan penumpukan luka dan beban bagi warga Papua.

Sponsored

"Respons pemerintah pusat lambat sekali, kalau mereka tidak mencoba mengubah pendekatannya, luka baru akan selalu ada yang akhirnya menumpuk," jelas dia.

Peneliti tim kajian Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri, menjabarkan empat faktor yang menjadi akar masalah di Papua. Senada dengan Beka, dia menilai, diskriminasi dan stigma menjadi salah satu persoalan yang perlu diatasi.

Akar masalah kedua merupakan pelanggaran HAM yang menurutnya tetap terjadi hingga kini.

"Meskipun pendekatan represif dari masa Orde Baru sudah dicabut, sampai saat ini masih terjadi pelanggaran HAM dan kejadian-kejadian diskriminatif di masa lampau pun belum dituntaskan oleh pemerintah pusat," jelas Aisah.

Persoalan ketiga, lanjutnya, adalah kegagalan pembangunan yang sudah ada sejak lama dan berlarut hingga sekarang. Dia menyampaikan bahwa pada 2018, LIPI dan The Asia Foundation melakukan penelitian yang menemukan bahwa kondisi kemiskinan tinggi justru ada di wilayah-wilayah kabupaten kota dengan mayoritas orang asli Papua.

"Padahal dana pembangunan ditujukan untuk menyejahterakan masyarakat asli Papua, ini ironis," ungkapnya.

Terakhir, Aisah mengatakan bahwa ada persoalan terkait status dan sejarah politik Papua.

Keempat akar masalah yang membuat persoalan semakin kompleks perlu diselesaikan secara komprehensif dan secara bersamaan.

"Sayangnya, pemerintah pusat membenahi konflik itu secara parsial dan tidak komprehensif, hanya fokus kepada aspek ekonomi, pendekatan pembangunan dan infrastruktur saja. Itu memang diperlukan, tapi tidak cukup," kata dia. "Pemerintah pusat perlu melihat dan menyelesaikan aspek-aspek lainnya."

Sependapat dengan Aisah, Beka menyebut bahwa hambatan utama dari penyelesaian konflik di Papua adalah rendahnya komitmen politik pemerintah pusat.

Dia mengatakan, sejauh ini belum ada langkah signifikan yang bisa membuat masyarakat di Papua yakin bahwa mereka dihargai.

Beberapa hari setelah terjadi peristiwa di Surabaya pada 16 Agustus, Beka menyatakan Komnas HAM segera mengirim tim investigasi ke Papua.

"Kami berkoordinasi dengan kepolisian daerah, berupaya memastikan agar kejadian di Surabaya dikelola dengan baik dan adanya penegakan hukum terhadap siapa pun yang bersalah," tegas dia.

Hingga saat ini, Komnas HAM masih melakukan proses verifikasi data terkait jumlah korban dan kronologi.

Berita Lainnya
×
tekid