sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komnas HAM persoalkan pelibatan TNI atasi terorisme

Surat tersebut berisi sikap Komnas HAM terhadap rancangan peraturan presiden (Perpres) Pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 26 Jun 2020 13:38 WIB
Komnas HAM persoalkan pelibatan TNI atasi terorisme

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersurat kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR Puan Maharani. Surat tersebut berisi sikap Komnas HAM terhadap rancangan peraturan presiden (Perpres) pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme.

Rancangan Perpres tertanggal 9 Mei 2019 tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi terorisme telah disampaikan Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pelaksanaan Pasal 431 ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Komnas HAM secara resmi telah menyampaikan surat pertimbangan dan rekomendasi kepada Presiden melalui surat No.056/TUA/VI/2020 tertanggal 17 Juni 2020, dan kepada Ketua DPR dengan No. 055/TUA/VI/2020, tertanggal 17 Juni 2020,” ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam keterangan tertulis, Kamis (25/6).

Komnas HAM menilai, rancangan perpres itu tidak sejalan dengan pendekatan hukum. Paradigma criminal justice system dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bertentangan dengan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Khususnya, Pasal 7 ayat (3) yang menegaskan aspek keterlibatan militer dalam penanganan terorisme bersifat perbantuan. Sehingga seharusnya sifatnya ad hoc yang didasarkan pada politik negara dan anggaran dari APBN.

“Secara tata kelola perundang-undangan, rancangan perpres dimaksud bertentangan dengan prinsip lex superior derogat legi inferior,” ucapnya.

Rancangan perpres itu juga bercirikan pendekatan war models dalam penanganan tindak terorisme. Imbasnya, akan melahirkan status kondisi ‘perang’ tanpa kejelasan hukum dan potensial memicu pelanggaran HAM. Selain itu, rancangan perpres berpotensi tumpang tindih dalam tata kelola dalam penanganan terorisme. Mengingat pada UU Nomor 5 Tahun 2018 telah jelas diatur tugas dan kewenangan masing-masing lembaga.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo agar menarik rancangan perpres itu dari DPR, atau tidak melakukan pembahasan dan penandatanganan sebelum ada kebijakan yang jelas berdasarkan prinsip negara hukum dan norma HAM.

Selain itu, Komnas HAM meminta Presiden Joko Widodo memastikan rancangan perpres berlandaskan pada konsep criminal justice system. Pelibatan TNI dalam penanganan tindak pidana terorisme, sepenuhnya harus didasarkan pada anggaran APBN untuk menjaga profesionalisme.

Sponsored

“(Presiden harus) memastikan adanya pengawasan internal dan eksternal yang akuntabel dan pertanggungjawaban hukum jika ada pelanggaran,” tutur Taufan.

Sedangkan rekomendasi Komnas HAM untuk DPR, agar mempertimbangkan UU No.5 Tahun 2018 sebagai dasar dalam pembahasan rancangan perpres itu. Lalu, menyesuaikan pembahasannya dalam koridor pengaturan mengenai perbantuan, kebijakan politik negara, dan penganggaran dalam APBN.

Dalam suratnya, Komnas HAM menuntut DPR memastikan rancangan perpres itu selaras dengan tatanan criminal justice system, tata hukum yang berlaku, dan regulasi lain yang lebih tinggi.

“Menekankan pada fokus pembahasan pelibatan militer dalam rancangan perpres dimaksud hanya fokus pada penindakan semata dengan batasan yang jelas, tingkat ancaman, dan bilamana fungsi kepolisian tidak dapat mengendalikan, sehingga tidak meluas mulai dari penangkalan, penindakan dan pemulihan,” tutur Taufan.

 

Berita Lainnya
×
tekid