sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komnas HAM terima 18 pengaduan kasus serangan siber

Dari perspektif HAM, data serangan siber tersebut menunjukkan pelanggaran hak atas mengembangkan diri.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 19 Nov 2020 12:15 WIB
Komnas HAM terima 18 pengaduan kasus serangan siber

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima 18 pengaduan kasus serangan siber selama Januari-Oktober 2020. Rincian sebaran aduan DKI Jakarta (empat kasus), DI Yogyakarta (satu kasus), Jambi (satu kasus), Jawa Tengah (dua kasus), Jawa Timur (dua kasus). Kemudian Kalimantan Selatan (satu kasus), NTB (satu kasus), NTT (satu kasus), Papua (satu kasus), Sumatera Utara (satu kasus), dan tidak teridentifikasi (dua kasus).

Sementara pihak yang diadukan tidak teridentifikasi (dua aduan), kementerian (tiga aduan), Polri (enam aduan), TNI (satu aduan), korporasi (satu aduan), lembaga pendidikan (satu aduan), individu (dua aduan), dan kelompok (dua aduan).

“DKI Jakarta tetap paling tinggi. Tetapi jelas (terkait pihak yang diadukan) ini tergantung persepsi pengadu,” ujar Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga dalam sebuah webinar, Kamis (19/11).

Untuk pengadu cukup beragam, dari pengacara, hingga kelompok pekerja. Namun, tertinggi dari klasifikasi individu dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Dari perspektif HAM, data serangan siber tersebut menunjukkan pelanggaran hak atas mengembangkan diri, hak atas hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, dan hak atas rasa aman.

Menurut Sandrayati, perlindungan HAM dalam konteks ruang siber relatif baru berkembang.

“Kami melihat ini perlu perhatian khusus,” ucapnya.

Ia menyebut, serangan dan ancaman terhadap para pembela HAM masih tinggi. Tak terkecuali, aktivis antikorupsi. Meski perlindungan HAM sudah diakui dalam undang-undang, tetapi sistem berbasis keamanan korban belum terbangun dengan baik. Di sisi lain, masih perlu langkah darurat untuk perlindungan terhadap aktivis, jurnalis, dan advokat. 

Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, situasi hak-hak digital tahun ini semakin mencekam. Penilaian ini merujuk 'bocoran' laporan lembaganya tentang pemenuhan HAM di ranah digital pada 2020.

Sponsored

Temuan tersebut pun disebutnya selaras dengan laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) 2019 berjudul Bangkitnya Otoritarian Digital. Salah satu isinya, banyak warga dikriminalisasi karena aktivitas layanan publik dan situasi perpolitikan menyebabkan pelanggaran hak-hak digital selama 2019 meningkat tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Laporan SAFEnet itu tadi juga mengonfirmasikan pada 2019 seperti tanpa ada arah, tanpa ada kebijakan yang solid, tanpa perlindungan yang solid. Itu yang membikin situasinya pada 2020 juga semakin seram," ujar Choirul dalam webinar, Jumat (13/11).

Berita Lainnya
×
tekid