sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komnas Perempuan: Pandemi Covid-19 picu peningkatan KDRT

Saat pandemi Covid-19, perempuan dan anak lebih lama di rumah. Dus, beban domestik kian berlapis dan lebih lama bersama pelaku kekerasan.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 17 Apr 2020 19:02 WIB
Komnas Perempuan: Pandemi Covid-19 picu peningkatan KDRT

Pandemi coronavirus baru (Covid-19) memicu peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pasalnya, istri dan anak perempuan terpaksa terperangkap lebih lama dengan pelaku kekerasan saat beraktivitas di rumah dan beban domestik kian berlapis.

"Kekerasan di ranah personal (RP), yaitu KDRT/RP, sangat potensial terjadi," ungkap Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Siti Aminah Tardi, saat dihubungi, Jumat (17/4).

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan 2020, kekerasan terhadap anak dan perempuan terjadi sebanyak 2.341 kasus–pelaku berasal dari lingkungan terdekat. Bahkan, kekerasan seksual inses terlaporkan sebanyak 770 kasus. Pemaksaan hubungan seksual sadomasokis dan anal seks, misalnya.

Dirinya menerangkan, pandemi Covid-19 melumpuhkan perekonomian keluarga. Imbasnya, pembatasan pemenuhan kebutuhan keluarga turut memicu pertengkaran yang berujung kekerasan.

"Suami atau Bapak menggunakan isu isolasi untuk Covid-19 sebagai metode untuk mengasingkan perempuan dari keluarganya atau mengancam untuk memenuhi keinginannya," jelasnya.

Meskipun dominasi laporan kekerasan terkait dampak pandemi Covid-19, tak menutup kemungkinan rumah tangga pelapor sudah lama berbalut kekerasan. Sebab, relasi yang tidak seimbang antara suami dan istri terkait pembagian peran ataupun pengambilan keputusan menjadi pangkal masalah KDRT.

Jika relasi suami-istri setara, masalah pandemi Covid-19 dan dampaknya bisa didiskusikan dengan baik untuk dicarikan solusi penyelesainya.

Karenanya, Komnas Perempuan belum bisa menarik kesimpulan, apakah KDRT mengalami kenaikan atau tidak. Alasan lainnya, korban berpeluang terkendala untuk melapor secara daring. "Baik karena tidak memiliki gawai, gawai dikuasai suami, atau suami yang mengawasi terus aktivitas istri," ujar Siti.

Sponsored

"Tapi, dua bulan pengaduan KTP, yang banyak diadukan adalah kekerasan berbasis siber, karena umumnya aktivitas beralih menggunakan teknologi informasi," sambungnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid