sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kongkalikong jaksa hingga diringkus KPK di Jogja

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua orang jaksa dan seorang dari pihak swasta dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Selasa, 20 Agst 2019 20:54 WIB
Kongkalikong jaksa hingga diringkus KPK di Jogja

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua orang jaksa dan seorang dari pihak swasta. Ketiganya ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Pemukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta tahun anggaran 2019.

Kedua jaksa yang diduga sebagai pihak penerima suap yakni Eka Safitra, jaksa Kejaksaan Negeri Yogyakarta, serta Satriawan Sulaksono, jaksa Kejaksaan Negeri Surakarta. Sedangkan satu orang dari pihak swasta yang diduga sebagai pihak pemberi yakni Direktur Utama PT Marina Arta Mandiri (MAM) Gabriella Yuan Ana.

Wakil Ketua Alexander Marwata menjelaskan, awal mula perkara itu terjadi ketika Dinas PUPKP Yogyakarta sedang melelang proyek rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta. Alokasi anggaran dalam proyek itu sebesar Rp10,89 miliar.

Dikatakan Alex, proyek tersebut dikawal oleh Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat-Daerah (TP4D) dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, di mana salah satu anggotanya yakni Eka Safitra. Eka sendiri kenal dengan seorang jaksa dari Kejaksaan Negeri Surakarya yakni Satriawan. 

Dalam proses lelang, Satriawan mengenalkan Eka kepada Direktur Utama PT Manira Arta Rama Mandiri yang berinisial GYA. Kala itu, GYA ingin mengikuti proyek lelang tersebut.

Kemudian, Eka bersama dengan GYA, dan Novi Hartono yang merupakan Direktur PT MAM beserta komisarisnya melakukan pembahasan guna perusahaan GYA dapat mengikuti dan memenangkan lelang tersebut.

Kendati mencapai tujuan itu, Eka merumuskan syarat yang harus dipenuhi GYA untuk mengikuti lelang yakni menentukan besara harga perkiraan sendiri (HPS) maupun harga penawaran yang disesuaikan dengan spesifikasi yang dimiliki oleh PT Manira Arta Rama Mandiri. Tak hanya itu, Eka juga menentukan jumlah perusahaan yang akan mengikuti proses lelang.

"ESF (Eka Safitra) selaku anggota TP4D kemudian mengarahkan Aki Lukman untuk menyusun dokumen lelang dengan memasukan syarat harus adanya Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan penyediaan tenaga ahli K3," terang Alex, saat konfrensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (20/8).

Sponsored

Disinyalir, Eka sengaja memasukan sejumlah syarat tersebut agar membatasi jumlah perusahaan yang akan mengikuti lelang guna perusahaan GYA dapat memenangkan lelang. Bahkan, GYA, Novi, dan seorang berinisial NAA menggunakan bendera perusahaan lain untuk mengikuti lelang tersebut. Perusahaan yang dipakai ialah PT Widoro Kandang (WK) dan PT Paku Bumi Manungga Sejati (PBMS).

Atas terjadinya tindakan pengaturan tersebut, perusahaan GYA mendapatkan peringkat 1 dan 3 dalam proses penilaian lelang. Namun demikian, PT WK ditetapkan menjadi pemenang lelang pada 29 Mei 2019. Kontrak kerja PT WK senilai Rp8,3 miliar.

"Diduga komitmen fee yang sudah disepakati adalah 5% dari nilai proyek," ujar Alex.

KPK menduga, para tersangka telah melakukan transaksi penyerahan uang sebanyak tiga kali. Rinciannya terjadi pemberian pertama dengan nilai Rp10 juta pada 16 April 2019, kemudian pada 15 Juni 2019 terjadi pemberian uang sebesar Rp100,87 juta. Diduga uang tersebut merupakan realisasi 1,5% dari total komitmen fee secara keseluruhan.

Pada pemberian ketiga terjadi pada 19 Agustus 2019, dengan nilai sebesar Rp110,87 juta atau 1,5% dari nilai proyek yang juga bagian dari tahapan memenuhi realisasi komitmen fee secara keseluruhan. Uang tersebut yang diamankan KPK dalam giat operasi senyap.

Sedangkan sisa fee sebesar 2% direncanakan akan diberikan setelah pencairan uang muka pada minggu keempat bulan Agustus 2019.

Kronologi penangkapan

Alexander Marwata mengatakan, pihaknya mengamankan lima orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut. Kelimanya terdiri dari berbagai unsur baik dari pihak swasta maupun penyelenggara negara.

Adapun kelima orang tersebut ialah Anggota TP4D yang juga merupakan jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta Eka Safitra, Direktur Utama PT MAM, Gabriella Yuan Ana.

Kemudian Anggota Pokja Lelang Pengadaan Rehabilitasi Saluran Air Hujan Jalan Supomo, Baskoro Ariwibowo, Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPKP Yogyakarta, Aki Lukman Nur Hakim, serta Direktur PT MAM Novi Hartono.

Alex menjelaskan, giat OTT itu bermula ketika pihaknya mendapat informasi penyerahan uang terkait dengan pelaksanaan proyek infrastruktur Dinas PUKUP Kota Yogyakarta pada Senin (20/8). 

Dipastikan adanya penyerahan itu, kata Alex, tim penindakan mengamankan Novi di depan kediaman Eka sekitar pukul 15.19 WIB. Dari situ, tim penindakan KPK langsung mengamankan jaksa yang bertugas di Kejari Yogyakarta itu.

"Dari EFS (Eka Safitra), KPK mengamankan uang dalam plastik hitam sebesar Rp110,87 juta. Uang inilah yang diduga sebagai fee dari pelaksanaan proyek infrastruktur Dinas PUPKP Kota Yogyakarta," ungkap Alex.

Kemudian, tim penindakan KPK mengamankan Gabriella Yuan Ana yang sedang berada di kantornya di Jalan Mawar Timur Dua, Karanganyar pada 15.27 WIB. Kemudian ketiganga digelandang ke Polresta Surakarta, Solo guna dilakukan pemeriksaan secara intensif.

Tak hanya itu, tim penindakan KPK bergerak lagi ke Kantor Dinas PUPKP guna mengamankan Aki Lukman. Komisi antirasuah juga mengamankan Baskoro di kantornya sekitar pukul 15.57 WIB.

Selanjutnya KPK melakukan pemeriksaan di Polresta Surakarta guna dimintai keterangan. Keesokannya, kata Alex, tim penindakan memboyong lima orang yang diamankan itu ke Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 09.01 WIB.

Setelah dilakukan pemeriksaan awal, dan dilanjutkan dengan gelar perkara dalam batas waktu 24 jam, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka," ujar Alex.

Atas perbuatannya, kedua jaksa yang diduga sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak yang memberi, Yuan Ana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid