sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kontras: Soal rusuh 22 Mei, pemerintah jangan asal sebut ada pihak ketiga

"Jangan bilang ada pihak ketiga, penunggang, tapi pemerintah gagal menjelaskan."

Armidis
Armidis Minggu, 26 Mei 2019 17:51 WIB
 Kontras: Soal rusuh 22 Mei, pemerintah jangan asal sebut ada pihak ketiga

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andrayani, mendesak kepolisian mengungkap dalang di balik kerusuhan pada aksi 22 Mei di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 

Selain untuk pertanggungjawaban kepada publik, pengungkapan dalang sesungguhnya dalam aksi tersebut juga diperlukan guna penyelidikan hukum.

"Jangan bilang ada pihak ketiga, penunggang, tapi pemerintah gagal menjelaskan," kata Yati saat konferensi pers di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/5).

Baik polisi maupun Kementerian Koordinator Politik hukum dan Keamanan, menyebut adanya pihak ketiga yang menunggangi aksi.

Polisi menegaskan indikasi tersebut dengan menyebut keterlibatan para pria bertato dalam peristiwa tersebut. Selain itu, temuan uang yang diyakini sebagai upah bagi mereka, menjadi penguat atas dugaan tersebut.

Namun, indikasi dan dugaan tersebut belum menuju pada arah yang jelas. Karena itu, Yati menantang polisi untuk secara tegas menjelaskan dalang utama aksi 22 Mei.

"Sampai saat ini  pernyataan itu seperti tidak ada kejelasan, tidak juga mampu meredam situasi yang ada," ucapnya.

Yati juga menuding pernyataan elit politik yang kontraproduktif, menjadi salah satu faktor memicu kerusuhan. Menurutnya, pernyataan elit politik yang kerap mengumbar pernyataan tendensius, telah mengundang gelombang massa untuk datang ke Jakarta.

Sponsored

"Ini kan muncul lantaran pernyataan provokatif dari dua kubu 01 maupun 02. Pernyataan justru semakin memperkeruh keadaan," kata Yati.

Bagi dia, narasi politik yang mewarnai kontestasi Pemilu 2019 tidak menawarkan perdebatan konstruktif, tetapi justru hanya memproduksi kata-kata yang memicu kerusuhan. Yati menyebut, kata-kata yang memojokkan itu bertebaran di media sosial.

"Kami menemukan di media sosial para pendukung kerap menggunakan ajakan-ajakan kebencian dan kemarahan, dengan merujuk pada orang tertentu dengan menggunakan istilah komunis, PKI, Cina teroris," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid