sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Korban proyek Rusun Petamburan laporkan Anies ke Ombudsman

Langkah ini dilakukan karena Pemprov DKI Jakarta dinilai melakukan malaadministrasi dalam menjalankan putusan pengadilan.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 28 Okt 2021 11:19 WIB
Korban proyek Rusun Petamburan laporkan Anies ke Ombudsman

Perwakilan warga Rumah Susun (Rusun) Petamburan, Jakarta Pusat, mengadukan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, kepada Ombudsman Jakarta Raya pada Rabu (27/10). Langkah ini ditempuh karena diduga terjadi malaadministrasi dalam menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Dalam putusan itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta diperintahkan membayar ganti rugi kepada 473 kepala keluarga (KK) warga Petamburan sebesar Rp4,73 miliar. Selain itu, memberikan unit rusun sesuai janjinya sebelum penggusuran.

Anies pernah berjanji akan mematuhi isi putusan dan membayar uang ganti rugi kepada warga, 15 Januari 2019. Namun, janji tidak juga direalisasikan sampai sekarang, padahal  warga sudah berkali-kali mengupayakan agar eksekusi putusan pengadilan dilakukan.

"Berbagai upaya sudah kami lakukan. Namun, hingga saat ini, belum juga ada itikad baik dari Pemprov DKI untuk menunaikan kewajibannya berdasarkan putusan pengadilan," ujar perwakilan warga korban penggusuran Rusunami, H. Masri Rizal, dalam keterangan tertulis, Kamis (28/10). Upaya yang dilakukan seperti menyampaikan permohonan penetapan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) hingga audiensi bersama berbagai instansi terkait.  

Kasus ini bermula ketika 473 KK warga RW 09 Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakpus, digusur Pemprov Jakarta pada 1997 untuk pembangunan rusun. Dalam pelaksanaannya, pemprov melakukan berbagai pelanggaran, seperti melakukan pembebasan tanah sepihak hingga molornya pembangunan yang berdampak pada tertundanya relokasi selama 5 tahun. 

Warga lantas menggugat Pemprov Jakarta. Permohonan mereka pun dikabulkan melalui Putusan PN Jakpus Nomor 107/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst tanggal 10 Desember 2003. Putusan tersebut dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta Nomor 377/Pdt/2004/PT.DKI tanggal 23 Desember 2004 dan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2409/KPDT/2005 tanggal 26 Juni 2006.

Gayung bersambut, kata berjawab. Pemprov Jakarta lantas mengajukan peninjauan kembali (PK), tetapi ditolak melalui Putusan MA Nomor 700/PK.pdt/2014. Permohonan status non-executable kepada Ketua PN Jakpus Jakarta Pusat pun ditolak. 

"Tidak ada alasan pemprov tidak mengeksekusi putusan dan memulihkan hak warga. Apa yang dilakukan Pemprov DKI adalah malaadministrasi dan melanggar hak warga mendapatkan pemulihan atas pelanggaran jaminan tempat tinggal yang layak yang telah dialami,” tutur Pengacara Publik LBH Jakarta yang mendampingi warga dalam pengaduan, Charlie Albajili. 

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid