sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Koruptor ramai-ramai ajukan PK setelah Artidjo Alkostar pensiun

Seiring Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun, ternyata ramai-ramai narapidana korupsi mengajukan peninjauan kembali (PK).

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 29 Mar 2019 21:40 WIB
Koruptor ramai-ramai ajukan PK setelah Artidjo Alkostar pensiun

Seiring Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun, ternyata ramai-ramai narapidana korupsi mengajukan peninjauan kembali (PK). 

Peneliti dan Staf Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan, alasan mengapa banyak narapidana kasus korupsi berduyun-duyun mengajukan PK adalah karena Hakim Agung Artidjo Alkostar telah pensiun sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA). 

"Alasan mereka mengajukan PK adalah karena hakim Artidjo sudah purna tugas," kata Kurnia di depan Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (29/3).

Seperti diketahui, Artidjo Alkostar memasuki masa pensiun sejak 22 Mei 2018. Artidjo Alkostar yang dikenal sebagai sosok yang mendukung pemberantasan korupsi tersebut telah digantikan Suhadi sebagai Ketua Kamar Pidana MA.

Kurnia mengatakan, terpidana korupsi kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Syamsir Yusfan, dan pengacara O.C Kaligis telah mengajukan PK. Bahkan, O.C Kaligis mengajukan PK, padahal sebelumnya hukumannya sudah dikurangi dari 10 tahun menjadi hanya 7 tahun.

"Yang sering kali terjadi adalah hakim di tingkat MA tidak mempertimbangkan dengan jelas apa definisi novum yang baru. Dan jangan sampai jalur PK ini dijadikan jalan pintas para terpidana untuk bebas dari hukuman," tutur Kurnia.

Yang perlu dicermati juga, kata Kurnia, adalah gelombang PK justru hadir ketika hakim Artidjo Alkostar resmi purna tugas sejak 22 Mei 2018.

"Karena hakim Artidjo kita anggap punya rekam jejak yang luar biasa, khususnya terkait upaya pemberantasan korupsi," kata Kurnia.

Sponsored

Dari catatan ICW, kata Kurnia, hakim Artidjo sepanjang 10 tahun terakhir telah menolak permohonan PK dari 10 narapidana, dan sekitar 800-an narapidana sudah disidangkan.

"Sangat banyak sekali putusan-putusan yang kita anggap sangat baik karena menghukum koruptor berkali-kali lipat dengan pertimbangan hukum yang jelas," kata Kurnia.

Menurut dia, kalau selama satu tahun saja sudah ada dua terpidana korupsi yang dihukum lebih ringan, bukan tidak mungkin, tidak adanya hakim Artidjo akan sangat menggembirakan bagi pelaku korupsi ke depannya.

Kurnia menjelaskan, ICW mencatat setidaknya per Jumat (29/3), ada 27 narapidana kasus korupsi yang mengajukan PK, dua di antaranya (Choel Mallarangeng dan Suroso Atmomartoyo) sudah diputus.

"Yang kita juga kritisi hari ini, terpilihnya hakim Suhadi menjadi Ketua Kamar Pidana MA, tidak mempertimbangkan rekam jejak Suhadi sebelumnya. Tidak terlalu baik dalam pemberantasan korupsi," ujar Kurnia.

Mungkin ingat saat kasus Sudjiono Timan melarikan diri, kata Kurnia, dan istrinya sebagai kuasa mengajukan PK, dan hakim Suhadi justru membebaskan Sudjono.

"Harus jadi catatan penting bagi Ketua MA untuk memilih Ketua Kamar saat ini," kata Kurnia.

Kurnia menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi jalannya pemeriksaan di tingkat PK. Ketua MA Hatta Ali harus menunjuk hakim-hakim yang memiliki integritas. Komisi Yudisial (KY), kata Kurnia, juga diminta mengawasi pola perilaku hakim yang sedang menyidangkan kasus pada tingkat peninjauan kembali.

Hal demikian, kata Kurnia, dampaknya pasti tidak akan ada lagi efek jera. Sebab, pertimbangan para terpidana adalah mereka bisa mengajukan upaya hukum PK. 

Apalagi yang harus dicatat, kata Kurnia, saat ini upaya PK bisa diajukan berkali-kali.

"Jadi sederhananya, para pelaku korupsi ketika mengajukan PK, tinggal hitung-hitungan saja kira-kira hakim mana yang menyidangkan mereka. Kalau misalnya tidak beruntung, mereka bisa mencoba kembali," tutur Kurnia.

Ditemui di lokasi terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menegaskan, bahwa integritas hakim sudah teruji. Menurutnya, mereka sudah memenuhi syarat dan telah diuji kepatutannya mulai seleksi dari KY sampai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Mengenai kritik terhadap hakim Suhadi, Abdullah mengatakan, MA merima segala kritikan atau kekhawatiran dari siapapun.

"Kekhawatiran itu sah-sah saja, yang meragukan sah-sah saja. Tetapi, setiap upaya hukum PK ditunjuk hakim pemeriksa PK, dan tidak selalu Pak Suhadi. Untuk Choel yang memutus bukan Pak Suhadi, jadi kritik ini salah alamat," kata Abdullah.

Abdullah menuturkan, bahwa MA sudah bekerja sama dengan KPK dan Komisi Yudisial. Ketua MA, kata Abdullah, setiap saat membina dan memberi arahan.

Bahkan MA, kata Abdullah, menerapkan manajemen anti suap. Jadi, kata dia, seluruh hakim agung senantiasa diberi pembekalan dan pembinaan agar selalu komitmen terhadap integritasnya.

Berita Lainnya
×
tekid