sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK akan periksa adik Bupati Kutai Timur nonaktif

Sri Wahyuni diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Aditya Maharani, pihak yang diduga penyuap Ismunandar.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Selasa, 28 Jul 2020 10:36 WIB
KPK akan periksa adik Bupati Kutai Timur nonaktif

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil adik kandung Bupati Kutai Timur nonaktif Ismunandar, Sri Wahyuni untuk diperiksa terkait kasus dugaan suap dalam pekerjaan infrastruktur di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur pada 2019-2020.

Sri Wahyuni akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Aditya Maharani, pihak yang diduga penyuap Ismunandar.

"Satu pihak swasta (diperiksa) terkait dugaan suap infrastruktur di Kutai Timur," ujar Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, dalam keterangannya, Selasa (28/7).

Selain itu, penyidik juga memanggil tujuh lainnya untuk diperiksa dalam perkara itu. Yakni, Ahmad Fauzan selaku Sekretaris Bappeda Kutai Timur, Roma Malau selaku Kadisdik Kabupaten Kutai Timur.

Kemudian, petugas PPATK Muh Hasbi, Kepala Bappeda Kabupaten Kutai Timur Edward Azran, pegawai Isuzu Samarinda Edy Surya, PPK pada Dinas PU Vera, dan PPK Dikmen Disdik Kutai Timur Aat. Mereka akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Ismunandar.

"Selasa, (28/7) bertempat di Mapolres Samarinda, penyidik memeriksa beberapa saksi dari unsur PNS Pemkab Kutim," papar Fikri.

Dalam perkara itu KPK telah menetapkan Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya, Encek UR Firgasih yang juga merupakan Ketua DPRD Kutai Timur sebagai tersangka pada Jumat (3/7).

Selain menyangkakan pasangan suami istri itu, KPK juga menetapkan lima lainnya, yakni Kepala Bapenda Musyaffa, Kepala BPKAD Suriansyah, Kepala Dinas PU Aswandini, dan dua kontraktor yakni Aditya Maharani serta Deky Aryanto.

Sponsored

Praktik lancung mereka bermula ketika Aditya menggarap enam proyek di Dinas PU Kabupaten Kutai Timur. Yakni, pembangunan embung Desa Maloy senilai Rp8,3 miliar, pembangunan Rutan Polres Kutai Timur senilai Rp1,7 miliar.

Kemudian peningkatan jalan poros Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp9,6 miliar, pembangunan kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp1,8 miliar, optimalisasi pipa air bersih PT GAN senilai Rp5,1 miliar, dan pengadaan serta pemasangan LPJU jalan APT Pranoto CS Kota Sangatta senilai Rp1,9 miliar.

Sementara Deky Aryanto telah menjadi rekanan untuk sejumlah proyek di Dinas Pendisikan Kabupaten Kutai Timur dengan anggaran senilai Rp40 miliar.

KPK menduga telah terjadi penerimaan hadiah atau janji yang diberikan kepada Aditya sebesar Rp550 juta, dan dari Deky selaku rekanan Dinas Pendidikan sebesar Rp2,1 miliar kepada Ismunandar.

Uang itu diberikan Aditya dan Deky pada 11 Juni 2020 melalui Suriansyah, Musyaffa, serta istrinya Encek UR Firgasih. Kemudian Surianyah dan Musyaffa menyetorkan uang tersebut kepada Ismunandar dengan cara mentrasferkan ke tiga rekening milik polikus Partai Nasdem itu, dengan nominal Rp2,1 miliar.

Sejumlah uang yang dikirim Musyaffa, dipakai Ismunandar untuk membayar elf senilai Rp510 juta, pembelian tiket pesawat ke Jakarta sebesar Rp33 juta, dan pembayaran hotel di Jakarta senilai Rp15,2 juta.

Tak hanya itu, KPK juga mengendus penerimaan uang THR dari Aditya sebesar Rp100 juta untuk Ismunandar, Aswandini, dan Suriansyah sebesar Rp100 juta. Serta transfer ke rekening bank atas nama Aini sebesar Rp125 juta untuk kepentingan kampanye mantan politikus Nasdem itu.

Lembaga antirasuah juga mengendus sejumlah transaksi rekening bank dari beberapa rekanan kepada Musyaffa. Total uang yang diterima itu mencapai Rp4,8 miliar. Uang itu diduga teekait dengan sejumlah proyek yang didapat rekanan di Kabupaten Kutai Timur.

Di samping itu, KPK juga mengendus terdapat penerimaan uang sebesar Rp200 juta dari saudara Deky yang dikirim ke rekening bank Encek EU. Diduga uang itu diberikan lantaran Ismunandar dapat menjamin anggaran sejumlah proyek tidak dipotong.

Selain itu, Encek selaku Ketua DPRD dinilai dapat melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait pekerjaan di Kabupaten Kutai Timur. Musyaffa, selaku orang kepercayaan Ismunandar dapat melakukan intervensi dalam menentukan pemenang untuk menggarap proyek.

Surianyah juga diduga dapat mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10% dari jumlah pencairan. Aswandini selaku Kepala Dinas PU diduga juga dapat mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan memenangkan proyek di Dinas PU Kutai Timur.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Ismunandar, Encek UR Firgasih, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Sementara pihak yang diduga pemberi, Aditya Maharani dan Deky Aryanto disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf A atau B atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tondak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid