sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK bongkar 4 upaya lemahkan lembaga antikorupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merinci setidaknya ada empat upaya untuk melemahkan lembaganya itu.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Senin, 09 Sep 2019 05:36 WIB
KPK bongkar 4 upaya lemahkan lembaga antikorupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merinci setidaknya ada empat upaya untuk melemahkan lembaganya itu.

Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang menilai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai upaya pelemahan lembaga antirasuah. Ia memandang, revisi UU KPK merupakan satu rangkaian siasat upaya pelemahan KPK.

"Ada empat upaya yang kami catat yang ingin memperlemah KPK," katanya dalam diskusi publik di Kantor Indonesian Corruption Watch (ICW) di Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (8/9).

Dia merinci, yang pertama, belum terungkapnya dalang penyerangan kepada penyidik KPK Novel Baswedan.

Kemudian kedua, proses seleksi calon pimpinan KPK yang banyak dikritik masyarakat.

Terkahir adalah, dikebutnya rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) secara terburu-buru oleh DPR.

Menurutnya, rangkaian itu jelas terlihat sebagai upaya untuk memperlemah KPK. Apalagi terkait RKHUP yang memasukan delik korupsi ke RKHUP. 

"Yang jelas memiliki konsekuensi dan problem terhadap upaya pemberantasan korupsi ke depan. Yang menurut hemat kami akan mengurangi bahkan tidak sama sekali memberikan insentif terhadap upaya pemberantasan korupsi," katanya.

Sponsored

Rasamala pun memandang, KPK kini tengah berada di ujung tanduk dengan adanya revisi UU KPK. Sebab menurutnya ada empat poin krusial dari rencana revisi UU KPK yang dapat memperlemah KPK. 

Poin pertama, kata Rasamala, KPK hendak dimasukkan sebagai lembaga penegak hukum pada cabang eksekutif atau pemerintahan di bawah presiden. 

Kedua, masalah penyadapan, revisi ini menghendaki penyadapan harus melalui izin Dewan Pengawas KPK, dan harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lain sesuai hukum acara pidana. 

"Dikhawatirkan ini mengganggu proses penyidikan, karena proses penyidikan bakal menjadi sangat panjang," katanya.

Ketiga, adalah adanya organ bernama Dewan Pengawas KPK yang betugas mengawasi KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

"Ini berisiko merusak independensi KPK, karena dapat membuat wewenang KPK melemah dan tak leluasa dalam menindak tindak pidana korupsi," katanya.

Terakhir, revisi memperbolehkan KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi bila penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama satu tahun.

"Padahal dalam memproses perkara itu jelas kompleksitasnya berbeda satu sama lain. Ambil contoh di Malaysia, untuk mengungkap kasus korupsi Najib saja sampai menunggu dia turun dari jabatan perdana menteri baru bisa diusut. Nah lalu bagaimana kita mau mengusut perkara yang melibatkan para pejabat yang masih aktif jika hanya diberi waktu segitu. Keempat poin itu lah yang  membuat KPK kini berada di ujung tanduk," tegasnya.

Berita Lainnya
×
tekid