sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Usai Hasto, KPK dalami percakapan kasus suap PAW dari advokat PDI-P

Donny Tri Istiqomah sudah kali kedua diperiksa KPK.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Kamis, 27 Feb 2020 21:18 WIB
Usai Hasto, KPK dalami percakapan kasus suap PAW dari advokat PDI-P

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami percakapan salah satu tersangka kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) dari advokat PDI-P, Donny Tri Istiqomah, Kamis (27/2).

Pendalaman informsi itu dilakukan melalui proses pemeriksaan yang sebelumnya sempat tertunda pada Selasa (25/2). Dengan demikian, Donny tercatat sudah kali kedua diperiksa KPK setelah sebelumnya juga diperiksa pada 12 Februari 2020.

"Diperdalam terkait dengan konfirmasi percakapan yang ada di bukti elektronik. jadi memang kemudian mengkroscek bukti percakapan yang ada di bukti barang bukti elektronik," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (27/2).

Adapun barang bukti elektronik tersebut merupakan telepon seluler yang sempat disita oleh tim satgas penindakan saat operasi senyap pada Rabu (8/1). Namun demikian, Fikri tak menjelaskan lebih detil terkait isi percakapan tersebut.

"Tentunya, nanti bisa bisa dilihat secara terbuka ketika perkaranya sudah dilimpahkan ke persidangan. Apa percakapannya, siapa ngomong apa, siapa mengatakan apa, nanti baru bisa dilihat atau bisa didengar ataupun bisa di buka di dalam persidangan," ucap Fikri.

Sebelumnya, KPK juga mendalami isi percakapan dalam kasus ini melalui Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto pada Rabu (26/2).

Dalam perkara itu, KPK telah menetapkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka. Dia diduga kuat telah menerima suap dari caleg PDI-P, Harun Masiku. Upaya itu dilakukan Harun untuk menjabat sebagai senator. Dalam memuluskan tunjuannya, Harun dibantu oleh dua kader PDI-P, yakni Agistiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.

Wahyu diduga meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu dipenuhi oleh Harun. Kemudian pemberian uang dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi, yakni pada pertengahan dan akhir Desember 2019.

Sponsored

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui seorang stafnya di DPP PDI-P. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Dony Tri Istiqomah selaku advokat. Adapun sisa Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu. 

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDI-P untuk menetapkan Harun sebagai anggota lewat mekanisme PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin. 

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Dony dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai anggita DPR. Pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustini Tio Fridelina. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-m1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid