sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK didesak usut tuntas korupsi SDA

"Beberapa kasus yang telah dilaporkan ke KPK, sampai saat ini belum ditindaklanjuti."

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Senin, 06 Agst 2018 04:45 WIB
KPK didesak usut tuntas korupsi SDA

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas kasus korupsi sumber daya alam (SDA) di Indonesia dengan penindakan hukum yang setimpal, khususnya yang berkaitan dengan kasus korupsi Minerba dan Sawit.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati, menyampaikan sejumlah evaluasi dan catatan penting usai melakukan pertemuan dengan KPK beberapa hari lalu.

"Walhi menilai bahwa korupsi Minerba dan Sawit masih sebatas administratif, belum menyentuh subtansi dari persoalan sumber daya alam yang penuh dengan kejahatan korupsi," jelas Nur Hidayati seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/8). 

Namun demikian dia menambahkan kecepatan pengerukan sumber daya alam dan penghancuran lingkungan hidup terus terjadi. Koordinasi dan supervisi (korsup) masih sebatas pada upaya pencegagan dan pengawasan, belum masuk pada upaya penindakan hukum.

"Beberapa kasus yang telah dilaporkan ke KPK, sampai saat ini belum ditindaklanjuti, seperti yang terjadi di kasus Sumsel, Maluku Utara, Riau, Sulawesi Tengah, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Kalimantan Tengah. Korsup masih jauh dari target capaian terjadinya pembenahan tata kelola sumber daya alam," paparnya. 

Oleh karena itu, setelah Gerakan Nasional Penyelamat Sumber Daya Alam (GNPSDA) berjalan lima tahun, WALHI mendesak KPK untuk serius memberantas kasus korupsi Sumber Daya Alam di Indonesia. 

Nur Hidayatai menambahkan, pembenahan tata kelola sumber daya alam dan pemulihan lingkungan hidup dari dampak industri ekstraktive tidak akan terjadi, jika izin terus diberikan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah

"Karenanya, kami mendesak agar KPK juga turut mendorong Presiden untuk mengeluarkan kebijakan moratorium tambang dan sawit dalam kurun waktu minimal 25 tahun, agar tercapai tujuan dari GNPSDA, yakni perbaikan tata kelola sumber daya alam”, ucapnya. 

Sponsored

Sementara itu, Indonesia Coruption Watch (ICW) menyebut, pencegahan korupsi sumber daya alam yang dilakukan KPK di daerah belum efektif. 

KPK dimata ICW sebenarnya telah melakukan terobosan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi SDA. Sayangnya, terobosan itu tidak diperhitungkan dalam putusan Majelis Hakim. 

Contohnya saja, terkait kasus korupsi Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, karena terbukti bersalah dalam kasus korupsi pertambangan.

Juli lalu Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan pidana kepada Nur Alam selama 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Nur Alam juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda Nur Alam akan disita atau diganti dengan pidana selama satu tahun.

Metode perhitungan kerugian negara yang digunakan jaksa KPK kali tersebut dinilai ICW seharunya tidak hanya memperhitungkan kerugian materil dari korupsi, tetapi juga kerugian ekologis, biaya pemulihan lingkungan, serta kerugian ekonomi lingkungan. Dari hasil perhitungan tersebut, nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus Nur Alam mencapai Rp4,32 triliun. 

"Nilai ini hampir dua kali lipat dari nilai kerugian negara dalam kasus korupsi E-KTP," demikian pernyataan ICW di laman resminya.

Berita Lainnya
×
tekid