sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK era Firli Bahuri dinilai otoritarianisme 

Pengembalian Kompol Rossa ke Polri merupakan salah satu contoh otoritarianisme.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 05 Feb 2020 22:46 WIB
KPK era Firli Bahuri dinilai otoritarianisme 

Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah naungan Firli Bahuri memasuki era otoritarianisme. Hal itu dapat dilihat dari pengembalian secara sepihak Kompol Rossa Purbo Bekti ke Polri.

"Bagaimana tidak, langkah yang bersangkutan memberhentikan paksa Kompol Rossa sama sekali tidak berdasar," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id di Jakarta, Rabu (5/2).

Untuk melihat hal itu, terdapat dua indikatornya. Pertama, Rossa dianggap telah berprestasi lantaran berhasil membongkar skandal suap yang melibatkan eks caleg PDIP dan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Kedua, massa pengabdian Rossa di KPK belum selesai.

"Sehingga timbul pertanyaan, apa motif di balik Firli melakukan hal ini?" ucap Kurnia.

Menurutnya, kinerja KPK di bawah kendali Firli dipenuhi hal yang kontroversial. Contohnya, dari kegagalan menyegel dan menggeledah Kantor DPP PDIP dan ketidakmampuan Firli melindungi tim Satgas KPK di PTIK.

Kemudian, melakukan tindakan yang tidak perlu seperti atraksi memasak nasi goreng, hingga belum ditangkapnya Harun Masiku yang merupakan tersangka suap penetapan anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

"Untuk itu, lima Pimpinan KPK adalah sumber dari berbagai masalah yang sedang mendera KPK," ucap dia.

Dikabarkan sebelumnya, Ketua KPK, Firli Bahuri, bergeming ihwal keputusan memberhentikan Kompol Rossa sebagai penyidik di lembaga yang dipimpinnya. Dia menegaskan, pihaknya telah resmi mengembalikan Rossa ke instasi asalnya, yaitu Polri.

Sponsored

Menurut jenderal Polri bintang tiga itu, pengembalian tersebut merupakan hal lumrah yang dilakukan KPK sehingga tak perlu dipersoalkan.

Di sisi lain, Mabes Polri telah menyatakan tidak akan menarik Rossa sebelum massa penugasannya di KPK berakhir hingga September 2020. Pernyataan itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono.

Hal ini membuat nasib penyidik Polri itu terkatung-katung, karena institusi kepolisian juga tak mau menerima Rossa.

Imbas ketidakjelasan status Rossa, berdampak buruk bagi kariernya. Sebab dia sudah tak dapat mengakses email dan masuk ke Gedung Merah Putih KPK, juga tak bisa bekerja di institusi kepolisian.

Rossa bahkan sudah tak menerima hak gaji selama bekerja di KPK sebulan terakhir. Informasi ini diungkapkan salah satu sumber Alinea.id di internal KPK.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid