sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK gandeng PPATK usut aliran dana kasus Edhy

Sebanyak tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap izin ekspor benur di KKP.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Rabu, 02 Des 2020 10:43 WIB
KPK gandeng PPATK usut aliran dana kasus Edhy

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal menelusuri aliran dana dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur. Demikian kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya, Rabu (2/12).

"Terkait aliran dana dugaan suap, kami memastikan akan menelusuri dan mengembangkan lebih lanjut dalam proses penyidikan dan pengumpulan bukti berdasarkan keterangan para saksi yang akan dipanggil KPK," ujarnya.

Ali menambahkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan dilibatkan dalam mengusut aliran dana dalam perkara yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif, Edhy Prabowo (EP) itu.

"Tentu KPK akan melibatkan pihak lain, termasuk pihak perbankan maupun PPATK, dalam penelusuran dugaan aliran dana dalam perkara tersebut," katanya.

Lembaga antisuap menetapkan tujuh tersangka. Selain Edhy, enam lainnya adalah Staf Khusus Menteri KP, Safri (SAF); pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi (SWD); staf istri Menteri KP, Ainul Faqih (AF); Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito (SJT); Staf Khusus Menteri KP, Andreau Pribadi Misanta (APM); dan swasta, Amiril Mukminin (AM).

Perkara ini berawal saat Edhy menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, di mana Andreau menjabat ketua pelaksananya. Tim tersebut salah satunya bertugas memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon eksportir benur atau benih lobster.

Awal Oktober 2020, Suharjito datang ke KKP untuk bertemu Safri. Dalam sua itu, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT ACK.

"Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelas Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, Rabu (25/11) malam.

Sponsored

Atas kegiatan ekspor benur tersebut, PT Dua Putra Perkasa diduga mentransfer uang ke rekening PT ACK senilai Rp731.573.564. Selanjutnya atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, PT Dua Putra Perkasa memperoleh penetapan kegiatan ekspor.

"Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK," ucapnya.

Berdasarkan data kepemilikan, PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.

Babak berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga diperuntukkan Edhy, Iis, Safri, dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu, Amerika Serikat, di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berapa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujarnya.

Edhy juga diduga menerima sejumlah uang sebesar US$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Sebagai pihak penerima, Edhy, Safri, Andreau, Siswadi, Ainul, dan Amiril, disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebagai pemberi, Suharjito, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid