sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK geledah kantor PT ACK terkait kasus Edhy Prabowo

KPK geledah PT ACK hingga pukul 02.30 WIB dini hari terkait lobster.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 01 Des 2020 12:09 WIB
KPK geledah kantor PT ACK terkait kasus Edhy Prabowo

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kantor PT Aero Citra Kargo (ACK), Jakarta Barat, Senin (30/11). Giat itu masih terkait kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Pada perkara tersebut, diketahui tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif, Edhy Prabowo, Staf Khusus Menteri KP, Safri (SAF); dan pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi (SWD).

Lalu, staf istri Menteri KP, Ainul Faqih (AF); Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito (SJT), Staf Khusus Menteri KP, Andreau Pribadi Misanta (APM); dan swasta Amiril Mukminin (AM).

"Penggeledahan berlangsung hingga pukul 02.30 WIB dini hari. Adapun barang yang ditemukan dan diamankan tim di antaranya adalah beberapa dokumen terkait dengan ekspor benih lobster dan bukti elektronik," kata Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Selasa (1/12).

Ali menjelaskan, barang dan dokumen yang diamankan tersebut akan diinventarisir dan analisa lebih lanjut untuk selanjutnya dilakukan penyitaan. Di sisi lain, imbuhnya, penyidik lembaga antisuap masih menganggendakan penggeledahan berikutnya.

"Untuk mengumpulkan bukti dalam perkara ini. Namun tidak bisa kami sampaikan lebih jauh terkait tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan dimaksud," ujarnya.

Perkara ini berawal saat Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, dan Andreau selaku ketua pelaksananya.

Kemudian, pada Oktober 2020, Suharjito datang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bertemu Safri. Dalam surat tersebut, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT ACK.

Sponsored

"Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelas Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.

Atas kegiatan ekspor benur tersebut, PT Dua Putra Perkasa diduga mentransfer uang ke rekening PT ACK senilai Rp731.573.564. Selanjutnya atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, imbuh Nawawi, PT Dua Putra Perkasa memperoleh penetapan kegiatan ekspor.

"Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK," ucapnya

Berdasarkan data kepemilikan, PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Menteri Edhy, serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.

Berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga untuk Edhy, Iis Rosyati Dewi (IRW) selaku istri Edhy, Safri dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu Amerika Serikat di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujar Nawawi.

Di samping itu, Edhy juga diduga menerima sejumlah uang sebesar USD$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau juga disebut menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Para penerima, Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Amiril dan Andreau disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pemberi, Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid