sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK identifikasi 4 potensi korupsi penanganan Covid-19

Jika ada yang korupsi dana bansos, KPK akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Minggu, 30 Agst 2020 17:26 WIB
KPK identifikasi 4 potensi korupsi penanganan Covid-19

Komisi Pemberantasan Korupsi mengidentifikasi empat potensi korupsi dalam penanganan Covid-19. Ketua KPK, Firli Bahuri mengaku, terkait itu sudah membuat empat langkah antisipasi. 

Pertama, potensi korupsi pengadaan barang/jasa (PBJ) mulai dari kolusi, mark-up harga, kickback, konflik kepentingan, dan kecurangan. 

Untuk antisipasi, kata Firli, KPK mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020 tentang penggunaan anggaran PBJ dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 terkait pencegahan korupsi.

"SE tersebut adalah memberikan rambu-rambu pencegahan untuk memberi kepastian bagi pelaksana PBJ, hingga mendorong keterlibatan aktif APIP dan BPKP untuk melakukan pengawalan dan pendampingan proses pelaksanaan PBJ dengan berkonsultasi kepada LKPP," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (30/8).

Kedua, imbuhnya, potensi korupsi filantropi atau sumbangan pihak ketiga. Menurut Firli, kerawanan ada pada pencatatan penerimaan, penyaluran, dan penyelewengan bantuan.

"Upaya pencegahan KPK menerbitkan panduan berupa Surat KPK Nomor B/1939/GAH.00/0 1-10/04/2020 tentang Penerimaan Sumbangan/Hibah dari Masyarakat. Ditujukan kepada Gugus Tugas dan seluruh kementerian/lembaga/pemda," katanya.

Berikutnya, potensi rasuah juga ada pada proses refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 untuk APBN dan APBD. Menurut Firli, titik rawan terletak pada alokasi sumber dana dan belanja, serta pemanfaatan anggaran.

Upaya pencegahan, katanya, dengan koordinasi, monitoring perencanaan refocusing/realokasi anggaran, dan memberikan rekomendasi kepada kementerian, lembaga, pemerintah daerah apabila menemukan ketidakwajaran penganggaran atau pengalokasian.

Sponsored

Terkahir, potensi korupsi ada pada penyelenggaraan bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah pusat dan daerah. KPK, ujar Firli, mengidentifikasi titik rawan pada pendataan penerima, klarifikasi, validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, dan pengawasan.

"Upaya pencegahan mendorong kementerian/lembaga/pemda untuk menggunakan DTKS sebagai rujukan pendataan penerima bansos dan mendorong keterbukaan data serta membuka saluran pengaduan masyarakat," jelasnya.

Terkait potensi tersebut, Firli menegaskan, apabila ada yang korupsi dana bansos, komisi antirasuah akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati.

"Seperti tertuang pada Ayat 2 Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid