KPK selisik aliran uang Nurdin kepada pihak lain
Gubernur nonaktif Sulsel, Nurdin Abdullah, ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan pada 2020-2021.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik aliran duit yang diduga dari Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah (NA), kepada pihak lain. Hal ini sebagaimana materi pemeriksaan terhadap saksi dari swasta, Nenden Desi Siti Nurjanah, pada Senin (29/3).
Nurdin merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel tahun anggaran (TA) 2020-2021.
"Nenden Desi Siti Nurjanah dikonfirmasi, antara lain terkait pengetahuannya tentang dugaan adanya aliran sejumlah uang yang diduga dari tersangka NA kepada berbagai pihak," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Selasa (30/3).
Dirinya menambahkan, dua saksi dari unsur swasta, Eka Novianti dan Siti Mutia, mangkir dari pemeriksaan kemarin. Mereka kompak tak memberikan konfirmasi.
"KPK mengingatkan kepada pihak-pihak yang telah dan akan dipanggil secara patut untuk kooperatif hadir memenuhi surat panggilan yang dilayangkan oleh tim penyidik KPK," ucapnya.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat, dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto, sebagai tersangka. Penetapan ketiganya dilakukan usai operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (26/2) malam hingga Sabtu (27/2) dini hari.
Dalam perkaranya, KPK menduga Nurdin menerima Rp5,4 miliar. Disangkakan dari Agung Rp2 miliar yang diberikan melalui Edy dan sisanya diterka berasal dari kontraktor lain, yakni diserahkan pada akhir 2020 Rp200 juta, awal Februari 2021 Rp2,2 miliar, dan pertengahan Februari 2021 Rp1 miliar.
Sebagai penerima, Nurdin dan Edy diterka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.