sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK sesalkan penolakan gugatan perdata kasus Heli AW-101

KPK menyesalkan gugatan kasus helikopter Agusta Westland atau AW 101 ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Timur

Rakhmad Hidayatulloh Permana Dimeitri Marilyn
Rakhmad Hidayatulloh Permana | Dimeitri Marilyn Selasa, 16 Okt 2018 19:14 WIB
KPK sesalkan penolakan gugatan perdata kasus Heli AW-101

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan penolakan gugatan kasus helikopter Agusta Westland atau AW 101 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Padahal sebagai pihak ketiga atau lembaga hukum yang tengah menangani kasus suap pembelian AW 101 tersebut, KPK berhak mengajukan gugatan perkara perdata tersebut.

"Kami menyesalkan gugatan KPK sebagai pihak ketiga yang terganggu kepentingannya. Ada dua alasan mengapa gugatan tersebut ditolak karena KPK dinilai hanya pihak ketiga," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Selasa (16/10).

Dua alasan gugatan tersebut ditolak adalah gugatan didasarkan atas perjanjian yang dipandang Hakim sebagai Undang-Undang bagi para pihak terkait. Sementara posisi KPK hanya pihak ketiga dalam perkara perdata tersebut.

Alasan lainnya adalah belum ada putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara tindak pidana korupsi. Kasus ini pun, kata Febri, sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Perkara perdata ini sudah didaftarkan Irfan Kurnia Saleh ke PN Timur pada (23/5) sebagai pemilik dari vendor PT Diratama Jaya Mandiri. Perusahaan Diratama sendiri adalah mitra dari TNI AU saat mencanangkan membeli helikopter AW-101 tersebut.

Saat penyampaian nota gugatan perdata, Irfan mengaku dirugikan secara materil maupun immateril. Dia menunjuk Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan sebagai biang keladi dirinya merugi.

Selain itu, ada beberapa poin penting yang disampaikan kepada pihak yang merugikannya. Poin pertama adalah memerintahkan Pengugat menyerahkan kekurangan barang-barang materiil kontrak, selama kasus ini diusut oleh KPK.

Kedua, Irfan meminta Para Pengugat membayar ganti kerugian sejumlah Rp64,30 miliar. Termasuk pengembalian uang jaminan pada pelaksanaan MoU perusahaanya dengan TNI AU senilai Rp36,94 miliar.

Sponsored

Dari situlah, Febri menilai KPK perlu mengajukan gugatan perdata karena dianggap merugikan kepentingan penyidikan sampai vonis diputuskan. KPK merasa terganggu kepentinganya lantaran kasus Heli AW-101 tersebut sedang ditangani di tahap Penyidikan oleh KPK dan POM TNI.

Febri juga menampik dari gugatan perdata ini seolah-olah menunjukan KPK sebagai salah satu pihak penyebab kerugian Irfan terjadi. 

"Kami telah menyampaikan, justru perjanjian-perjanjian dalam pengadaan Heli AW-101 tersebut diduga menjadi bagian dari persoalan yang menimbulkan kerugian negara," tutur Febri.

Mantan aktivis ICW itu menambahkan dari sejumlah fakta hukum yang ada kasus pengadaan pembelian AW-101 tersebut, justru Irfan yang menimbulkan kerugian negara. Hal tersebut dari paparan amar putusan hakim tunggal Kusno. Hakim Kusno pun menyampaikan jika pihak Irfan selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri telah menimbulkan kerugian negara sejumlah Rp224 miliar.

"Dari beberapa fakta hukum yang kami duga tidak menunjukkan adanya itikad baik tersangka di sana, yaitu dugaan rekayasa pengadaan lelang," ujar Febri.

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yakni Marsma TNI FA, Letkol WW, Pelda S, Kolonel Kal FTS, dan Marsda SB, telah diproses internal TNI. KPK juga menetapkan satu tersangka dari pihak swasta, yakni pemilik PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh (IKS), dalam proses lelang proyek tersebut.

Namun dari enam tersangka hanya Irfan Kurnia Saleh yang menjalani pengadilan di Tipikor. Sementara tersangka lain diadili di Pengadilan Militer.

Dalam hal ini Irfan diduga mengikutsertakan dua perusahaan miliknya, PT Diratama Jaya Mandiri dan PT Karya Cipta Gemilang. Hal tersebut terjadi pada April 2016 lalu. 

Sebelum proses lelang, Irfan diduga sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter bernama joint venture Westland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia dengan nilai kontrak  39,3 juta USD atau sekitar Rp514 miliar. Saat PT Diratama Jaya Mandiri memenangkan proses lelang pada Juli 2016, Irfan menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp738 miliar.

Dari situ, KPK dan pihak gabungan investigasi internal AU melihat adanya kebocoran dana sekitar Rp220 miliar dari Rp738 miliar. Maka saat dilakukan penghitungan oleh BPK adanya potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid