sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK ungkap cara korupsi dan gratifikasi eks Bupati Bogor Rachmat Yasin

Dari korupsi dan gratifikasi yang dilakukan, Rachmat mendapat uang, tanah, dan mobil mewah.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Selasa, 25 Jun 2019 23:05 WIB
KPK ungkap cara korupsi dan gratifikasi eks Bupati Bogor Rachmat Yasin

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan eks Bupati Bogor Rachmat Yasin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan dana satuan perangkat kerja daerah (SKPD) dan gratifikasi. Modus berbeda digunakan Rachmat untuk menjalankan aksinya.

Juru Bicara KPK Febri mengatakan, pihaknya telah membagi perkara Rachmat dalam dua perkara. Pertama, Rahmat diduga telah meminta, menerima, atau memotong pembayaran dari SKPD dengan nilai Rp8.931.326.223.

"Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional Bupati dan kebutuhan kampanye Pilkada dan Pileg pada 2013 dan 2014," ucap Febri di kantornya, Jakarta, Selasa (25/6).

Perkara itu bermula ketika Rachmat menjabat sebagai Bupati Bogor pada 2009. Modus yang dilakukan dengan melangsungkan sejumlah pertemuan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Bogor. Pertemuan tersebut bertujuan guna meminta anggaran tambahan di luar pembiayaan APBD, untuk biaya operasional Bupati serta biaya pencalonan kembali.

"Untuk memenuhi itu, RY (Rachmat Yasin) menyatakan kepada para kepala dinas untuk membantunya. Maksudnya RY meminta setiap SKPD untuk menyetor sejumlah dana," kata Febri.

Setiap SKPD memiliki sumber dana berbeda untuk menyetor uang kepada Rachmat. Diduga, sumber dana itu berasal dari potongan honor kegiatan pegawai, dana insentif struktural SKPD, dana insentif jasa pelayanan RSUD, pungutan kepada pihak yang mengajukan perizinan di Pemkab Bogor, serta pungutan kepada pihak yang memenangkan tender.

"Total uang yang diterima RY selama 2009 hingga 2014 yang berasal dari potongan dana kegiatan SKPD sebesar Rp8.931.326.233," ujar Febri.

Sementara pada perkara kedua, Rachmat diduga telah menerima gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare di daerah Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ia juga diduga menerima mobil Toyota Velfire.

Sponsored

Penerimaan gratifikasi tanah bermula saat seorang warga yang memiliki tanah seluas 350 hektare yang terletak di Desa Singsari dan Cibodas, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ingin mendirikan sebuah pesantren.

Untuk itu, warga tersebut berencana untuk menghibahkan 100 hektare tanahnya agar pembangunan tersebut dapat terealisasi. Kemudian warga tersebut menyampaikan maksud dan tujuannya kepada Rachmat melaui seorang stafnya. Kemudian, Rahmat menginstruksikan untuk melakukan pengecekan terhadap status dan kelengkapan surat-surat tanah tersebut.

Selanjutnya, Rachmat melakukan peninjauan terhadap lahan yang akan didirikan pesantren tersebut. Kegiatan itu dilakukan pada 2011. Rahmat kemudian merasa tertarik dengan tanah yang akan dihibahkan itu.

"Melalui perwakilannya, RY juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan untuknya," ucap Febri.

Tak dapat berbuat banyak, pemilik tanah itu menghibakan 20 hektare tanahnya kepada Rachmat. Jumlah itu sesuai dengan permintaan eks Bupati Bogor.

"Karena itu, Rachmat diduga telah mendapatkan gratifikasi agar memperlancar perizinan lokasi pendirian pondok pesantren dan kota santri," kata dia.

Dalam penerimaan gratifikasi lain, Rachmat juga diduga telah menerima mobil Toyota Velfire. Perkara itu bermula saat Rachmat meminta bantuan kepada salah satu pengusaha untuk membeli satu unit mobil Toyota Velfire. Rachmat telah membayarkan uang muka atau down payment (DP) senilai Rp250 juta.

"Pemberian gratifikasi pada RY diduga dilakukan dalam bentuk pembayaran cicilan mobil sebesar Rp21 juta per bulan sejak 2010 hingga 2013. Jika di total seharga Rp825 juta," ujar Febri.

Dalam kasus tersebut, sebenarnya KPK telah menetapkan Rachmat sebagai tersangka pada 24 Mei 2019. Jika dilihat, penetapan itu hanya berseling 16 hari dari Cuti Menjelang Bebas (CMB) penahanan dalam perkara sebelumnya.

Febri mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap empat saksi dalam proses penyidikan perkara ini. Tercatat, Direktur Utama PT Hudaya Maju Mandiri (HMM) M Ruddy Ferdian, dan Direktur PT Reggy Pratama Advertising, Rhendrie Arindra, pernah dimintai keterangan pada 21 Juni 2019.

Selain itu, turut diperiksa Camat Jasinga, Bogor, Asep Aer Sukmaji, serta Abdul Wahab dari pihak swasta. Keduanya dimintai keterangan pada hari ini, Selasa (25/6).  

Atas tindakan tersebut, Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undag Hukum Pidana (KUHP).

Nama Rachmat juga pernah tercatat terlibat kasus pemberian izin alih fungsi lahan hutan untuk perumahan elite yang dikelola PT Bukit Jonggol Asri. Dia terbukti mendapat kompensasi sebesar Rp5 miliar. Pengadilan Tinggi Bandung menyebut alih fungsi hutan di kawasan Bogor ini pula yang memicu banjir di daerah Jakarta.

Karena itu, majelis hakim memvonis Rahmat dengan 5,5 tahun hukuman penjara. Kemudian, dia dinyatakan bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung pada Rabu 8 Mei 2019 lalu.

Berita Lainnya
×
tekid