sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kriminolog soroti pakaian polisi dalam penanganan demonstrasi

Personel mungkin suka memakainya karena membuat mereka lebih gagah dan percaya diri.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Sabtu, 10 Okt 2020 11:36 WIB
Kriminolog soroti pakaian polisi dalam penanganan demonstrasi

Kriminolog Reza Indragiri Amriel mengatakan, yang kerap terabaikan dalam penanganan demonstrasi, adalah pengaruh "kostum ala robot" terhadap kemungkinan munculnya perilaku brutal polisi. Misalkan saja dalam penanganan demonstrasi seperti aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di berbagai daerah, beberapa hari lalu.

Kostum semacam itu membuat keamanan polisi memang lebih terjamin. Namun, studi tidak melihat adanya dampak kostum dan peralatan ala militer terhadap penurunan kekerasan dari pihak lain dan keamanan personel sendiri.

"Personel mungkin suka memakainya karena membuat mereka lebih gagah dan percaya diri. Pemakaian penutup wajah juga didorong oleh wabah coronavirus," ujarnya secara tertulis kepada Alinea.id, Sabtu (10/10).

Pakaian dengan pengamanan ekstra memang dibutuhkan. Akan tetapi, kemunculan polisi dengan kostum seperti itu bukan tanpa ekses. Sebab, yang bisa terjadi adalah munculnya kesan kuat situasi amat berbahaya, bahkan mengarah ke zona perang.

"Ini bisa memengaruhi psikologi masyarakat, yaitu memantik kesiagaan ekstra termasuk untuk menghadapi 'peperangan' sekaligus menurunkan kepercayaan publik bahwa polisi siap untuk melakukan pengendalian dengan cara-cara humanis," jelasnya.

Reza menjelaskan, dengan kondisi muka tertutup, emblem nama juga tak terlihat, dan warna serba gelap, petugas berpeluang mengalami deindividuasi sehingga terlepas dari standar moral.

"Tambahan lagi berada di tengah keramaian yang memperkuat deindividuasi. Kondisi ini 'ideal' untuk berlanjut dengan perilaku kekerasan eksesif (tak terkendali). Bagaimana dengan kekerasan (oknum) terhadap jurnalis?" katanya.

Unjuk rasa menolak pengesahan UU Ciptaker berujung ricuh di Simpang Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis (8/10), sekitar pukul 15.00 WIB. Dari pantauan Alinea.id di lapangan, polisi menembakkan puluhan gas air mata ke arah pengunjuk rasa.

Sponsored

Dua mobil water canon dan satu barracuda juga berupaya mengurai para demonstran. Sebaliknya, para pengunjuk rasa membalas dengan melempar batu ke arah polisi.

Sementara itu, catatan Aliansi Jurnalis Independen Jakarta bersama Lembaga Bantuan Hukum Pers, setidaknya terdapat tujuh jurnalis yang menjadi korban kekerasan anggota Polri dalam unjuk rasa tolak UU Ciptaker di Jakarta, Kamis (8/10). Jumlah itu, diprediksi dapat bertambah.

Tak hanya itu, 18 anggota Lembaga Pers Mahasiswa dari berbagai kampus juga ditangkap polisi ketika menjalankan tugasnya dalam meliput unjuk rasa tersebut. 

Berita Lainnya
×
tekid