sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kronologis kasus suap ekspor benur yang jerat Edhy Prabowo

Praktik lancung ini terbongkar berkat adanya dua informasi yang diterima KPK.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Kamis, 26 Nov 2020 02:37 WIB
Kronologis kasus suap ekspor benur yang jerat Edhy Prabowo

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (EP) dan enam orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur, Rabu (25/11) malam. Keputusan diambil setelah kurang dari 24 jam sukses melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di berbagai lokasi.

Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, menerangkan, kronologis operasi klandestin terhadap Edhy berlangsung pada Rabu dini hari di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Tangerang, Selatan, Depok, dan Bekasi. Sebanyak 17 orang berhasil diringkus dalam kegiatan tersebut, yakni Edhy dan istrinya, Iis Rosyati Dewi (IRW); Staf Khusus Menteri KP, Safri (SAF); Dirjen Tangkap Ikan KKP, Zaini (ZN); serta ajudan Menteri KP, Yudha (YD).

Selanjutnya Protokoler KKP, Yeni (YN); Humas KKP, Desri (DES); Dirjen Budi Daya KKP, Selamet (SMT); Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito (SJT); pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi (SWD) dan istrinya, Nety (NT); dan pengendali PT PLI, Dipo (DP). 

Lalu staf Menteri KP, Chusni Mubarok (CM); staf istri Menteri KP, Ainul Faqih (AF); staf Menteri KP, Syaiful Anam (SA); staf PT Gardatama Security, Mulyanto (MY); dan pengendali PT Aero Citra Kargo, Deden Deni (DD).

"Sekitar pukul 00.30 WIB, tim langsung melakukan pengamanan di beberapa lokasi, di antaranya di Bandara Soekarno-Hatta: EP, IRW, SAF, ZN, YD, YN, DES, SMT. Di rumah masing-masing pihak: SJT, SWD, DP, DD, NT, CM, AF, SA, MY," kata Nawawi dalam jumpa pers, semalam.

Dirinya mengungkapkan, OTT berawal dari laporan kepada KPK tentang dugaan terjadinya penerimaan uang oleh penyelenggara negara. Lembaga antirasuah kembali menerima informasi adanya transaksi rekening bank, 21-23 November 2020.

"Yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan penyelenggara negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia," jelasnya.

Berangkat dari itu, tim KPK bergerak dan membagi menjadi beberapa kelompok yang tersebar di beberapa area, 24 November. "Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok (Jawa Barat), dan Bekasi, Jawa Barat untuk menindaklanjuti adanya informasi dimaksud."

Sponsored

Setelah menangkap 17 orang, semuanya diboyong ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Ini dilakukan guna pemeriksaan lanjutan.

"Dari tangkap tangan tersebut, ditemukan ATM BNI atas nama AF, tas LV, tas Hermes, baju Old Navy, jam Rolex, jam Jacob n Co, tas koper Tumi dan tas koper LV," tuturnya.

Selanjutnya menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Namun, hanya lima orang yang ditahan, termasuk Edhy. Mereka terjerat kasus dugaan rasuah penerimaan hadiah atau janji perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Sementara dua tersangka lainnya, Amiril Mukminin (AM) dan Andreau Pribadi Misanta (APM), masih buron. Nawawi mengimbau keduanya segera menyerahkan diri.

Dalam rekonstruksi perkara, Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, di mana Andreau selaku ketua pelaksananya. Tim tersebut salah satunya bertugas memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon eksportir benur atau benih lobster.

Awal Oktober 2020, Suharjito datang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bertemu Safri. Dalam sua itu, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT Aero Citra Kargo.

"Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelasnya.

Atas kegiatan ekspor benur tersebut, PT Dua Putra Perkasa diduga mentransfer uang ke rekening PT Aero Citra Kargo senilai Rp731.573.564. Selanjutnya atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, PT Dua Putra Perkasa memperoleh penetapan kegiatan ekspor.

"Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK (Aero Citra Kargo)," ucapnya.

Berdasarkan data kepemilikan, PT Aero Citra Kargo terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.

Babak berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga diperuntukkan Edhy, Iis, Safri, dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu Amerika Serikat di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berapa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujarnya.

Edhy juga diduga menerima sejumlah uang sebesar USD$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Sebagai pihak penerima, Edhy, Safri, Andreau, Siswadi, Ainul, dan Amiril disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebagai pemberi, Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid