sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KSPI bantah sebar hoaks UU Cipta Kerja

Said Iqbal mengaku memperoleh informasi dari anggota Baleg DPR.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 12 Okt 2020 18:14 WIB
KSPI bantah sebar hoaks UU Cipta Kerja

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal membantah, tudingan hoaks terhadap analisis permasalahan dalam regulasi Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

"Itu tidak hoaks. Kalau ditanya teman-teman buruh dari mana sumbernya, kami mengikuti proses tim perumus," kata Said Iqbal dalam keterangan pers virtual, Senin (12/10).

Dia mengaku, memperoleh informasi dari anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Kemudian, membangun komunikasi dengan tim Panja Baleg yang melakukan diskusi dengan pemerintah. "Kami ada buktinya, layar kesepakatan antara pemerintah dan Panja Baleg dikirim ke kami, di Whatshapp. Itulah dasar kami berpendapat. Jadi, itu bukan hoaks," tutur Said Iqbal.

Bahkan, dia mencermati draf final yang beredar di media sosial, setelah itu diklarifikasi ke Panja Baleg. "Kami butuh verifikasi, maka kami telepon anggota Panja Baleg. Ditanya ini bener enggak nih, nah ini bener, itu dibahas. Dua sumber itulah yang kami jadikan dasar," bebernya.

Iqbal juga mengkritik, perubahan berkali-kali terkait jumlah halaman draf final UU Ciptaker. Dia berjanji, akan mempublikasikan kembali analisis buruh atas draf final UU tersebut.

"Ini berbahaya sekali rakyat dibodohi dengan retorika yang meminta rakyat baca. Keputusan mengesahkan kertas kosong itu memalukan dan membahayakan sekali. Itu tidak hoaks," ujar Said Iqbal.

Sebelumnya, KSPI menjawab 12 hoaks permasalahan UU Ciptaker yang tidak sesuai faktanya. Pertama, uang pesangon benar-benar dikurangi, dari 32 kali menjadi 25 kali (19 kali dibayar pengusaha, enam kali ditanggung Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJS Ketenagakerjaan).

"Ketentuan mengenai BPJS Ketenagakerjaan yang akan membayar pesangon sebesar enam bulan upah tidak masuk akal. Dari mana sumber dananya? Pengurangan terhadap nilai pesangon, jelas-jelas merugikan kaum buruh," ujar Said Iqbal.

Sponsored

Kedua, upah minimum sektoral (UMSP dan UMSK) memang dihapus. Sementara itu, UMK ditetapkan bersyarat dengan ketentuan yang diatur kemudian. "Hal ini hanya menjadi alibi untuk menghilangkan UMK di daerah-daerah yang selama ini berlaku, karena kewenangan untuk itu ada di Pemerintah. Padahal, dalam UU 13 Tahun 2003, UMK langsung ditentukan tanpa syarat," tutur Said Iqbal.

Di sisi lain, UU Ciptaker ini mewajibkan untuk menetapkan upah minimum provinsi (UMP). Ketiga, UU Ciptaker tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU No.13/2013 memungkinkan penetapan pembayaran upah satuan waktu.
 
Keempat, UU ini mengubah aturan UU No.13/2003 terkait pengusaha harus memberikan hak cuti panjang selama dua bulan kepada buruh yang sudah bekerja selama enam tahun. Cuti panjang bukan lagi kewajiban yang diberikan. 

Kelima, UU Ciptaker menghapus Pasal 65 dan 66 UU No.13/2003 tentang batasan terhadap outsourcing. Jadi, outsourcing bisa bebas di semua jenis pekerjaan.

Keenam, UU ini mengubah Pasal 59 UU No. 13/2003, maka tidak lagi diatur tentang berapa lama kontrak (PKWT) harus diberlakukan. Ketujuh, UU Ciptaker menghapus Pasal 155 UU Nomor 13 Tahun 2003. 

Selain itu, Pasal 154A UU ini menyatakan, pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan, perusahaan melakukan efisiensi dan pekerja/buruh mangkir. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberi putusan. Bahwa PHK karena efisiensi hanya bisa dilakukan ketika perusahaan tutup permanen.

Kedelapan, jaminan sosial dan kesejahteraan hilang, karena outsourcing serta karyawan kontrak bebas. Mudah direkrut dan dipecat, maka sulit untuk bekerja sampai masa pensiun.

Kesembilan, UU ini mengatur hubungan kerja yang sangat fleksibel. Maka, akan banyak buruh yang berstatus sebagai tenaga kerja harian. Jumlah pekerja informal di industri padat karya, seperti pabrik boneka, sepatu, hingga baju, akan meningkat.

Kesepuluh, UU Ciptaker menghilangkan kewajiban bagi tenaga kerja asing untuk memiliki izin dalam Pasal 42 Ayat (1) UU 13 tahun 2003. 

Kesebelas, terkait benarkah buruh dilarang protes, ancamannya PHK? Justru yang dikhawatirkan dari UU ini adalah potensi memperbanyak buruh outsourcing dan kontrak. "Karyawan kontrak itu, kalau tidak turut (banyak protes), pasti tidak akan diperpanjang kontraknya," ucapnya.

Keduabelas, terkait benarkah libur hari raya hanya pada tanggal merah dan tidak ada penambahan cuti?. "Faktanya, ini bisa saja terjadi, sebagai dampak dari penerapan jam kerja yang fleksibel dan upah per jam sebagaimana lihat tanggapan kami di atas. Sehingga hari libur, buruh bisa saja diwajibkan tetap bekerja," ujar Said Iqbal.

Berita Lainnya
×
tekid