sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kurikulum darurat dan minimnya fasilitas belajar mengajar

Kurikulum darurat Kemendikbud mesti dibarengi dengan pemenuhan fasilitas.

Achmad Rizki Muazam
Achmad Rizki Muazam Sabtu, 08 Agst 2020 17:28 WIB
Kurikulum darurat dan minimnya fasilitas belajar mengajar

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 719/P/2020, tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus, Jumat (7/8) kemarin.

Keputusan Menteri ini mengatur petunjuk penerapan kurikulum darurat atau dalam kondisi khusus, yang telah disederhanakan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran.

Menanggapi kebijakan baru Mendikbud Nadiem Makarim tersebut, Nana Purnamasari, Guru Sekolah Alam Matoa di Depok, Jawa Barat, menilai kurikulum darurat datang dari sebuah kondisi objektif di masa pandemi. 

Nana menilai kebijakan Menteri Nadiem tersebut bijaksana, meski tidak sepenuhnya benar. Menurut dia, dalam kurikulum darurat ada pengembangan metode mengajar sesuai kondisi pandemi. Namun, kata dia, kesiapan pemerintah kurang.

“Pemerintah tidak siap dalam memfasilitasi sebuah proses (belajar-mengajar) secara daring tersebut,” ujar Nana saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (8/8).

Nana mengungkapkan pengalaman saat mengalami kendala server pada Rabu lalu. Ketika ia mengajar secara daring, tiba-tiba saja provider internet yang digunakan ngadat. Tak hanya Nana, kejadian tersebut juga dialami rekan-rekan guru lainnya.

Kegiatan belajar jarak jauh amat bergantung pada kesediaan jaringan internet yang stabil. Apabila ada kendala di server akan mengganggu berlangsungnya proses belajar mengajar.

“Indonesia itu dari Sabang sampai Marauke. Bagaimana untuk anak-anak pedalaman yang di pelosok?” tanya Nana.

Sponsored

Sekolah Alam Matoa Depok, kata Nana, menerapkan proses belajar secara daring selama pandemi. Dalam pelaksanaannya sama sekali tidak mendapatkan bantuan dari Kemendikbud untuk pemenuhan kuota internet bagi guru dan siswa.

Ini membuat sekolah tidak bisa memangkas biaya SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) yang dibebankan kepada orang tua murid. “Notabenenya 80% gaji guru dari SPP yang dibayarkan murid,” kata Nana.

Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mengklaim sudah menyusun kurikulum darurat untuk situasi pandemi Covid-19. Nadiem mengaku telah menyiapkan kurikulum darurat untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada setiap jenjang. Dari PAUD,SD, SMP, hingga SMA/SMK.

Kurikulum darurat bakal memiliki standar pencapaian esensial dan kompetensi dasar yang lebih sederhana. Untuk modul pembelajaran level PAUD dan SD akan dijabarkan secara spesifik agar bisa dilakukan di rumah. Harapannya, modul pembelajaran tersebut dapat digunakan para orang tua untuk mendampingi proses belajar anak selama pandemi.

Kurikulum darurat juga berisi pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran, sehingga bisa lebih fokus kepada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat kelanjutan pembelajaran ke tingkat selanjutnya.

Nadiem juga tidak mewajibkan seluruh sekolah mengikuti kurikulum darurat ini. Sekolah-sekolah yang terlanjur melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri tetap dipersilakan diterapkan.

Disisi lain, agar penerapan kurikulum darurat ini dapat berjalan efektif, Kemendikbud juga akan melakukan relaksasi tenaga pengajar. Para guru tidak perlu terbebani kerja 24 jam tatap muka dalam satu pekan agar lebih fokus menyajikan pelajaran yang interaktif.

Berita Lainnya
×
tekid