sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Langkah bersama melawan kekerasan seksual

RUU PKS telah masuk tahapan penting dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) DPR tahun 2015-2019.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Selasa, 12 Feb 2019 18:27 WIB
Langkah bersama melawan kekerasan seksual

Harapan kepada RUU PKS

Seiring dengan spirit gerakan “Me Too”, perjalanan panjang untuk menghapus kekerasan seksual di negeri ini menemukan secercah harapan. 

Komnas Perempuan telah merumuskan naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pada 2015.

Menurut Azriana, ada 15 macam kekerasan seksual. Dia mengatakan, beragam kekerasan seksual tersebut, tak cukup terjangkau hanya dengan aturan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Dari 15 macam kekerasan seksual itu, sembilan di antaranya termasuk tindak pidana, sebagaimana terdapat dalam Pasal 11 RUU PKS, antara lain pelecehan, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, dan perbudakan seksual. Sembilan bentuk kekerasan seksual ini, menurut Azriana, harus dicegah melalui pendekatan penegakan hukum.

“Kesembilan bentuk (kekerasan seksual) ini fakta, sudah terjadi. Tapi korbannya tidak bisa dilindungi. Ini perlu dicegah dengan pendekatan penegakan hukum,” katanya.

Dukungan kepada Agni, yang menjadi korban kekerasan seksual. (Antara Foto).

Sedangkan enam bentuk kekerasan seksual lainnya, yakni intimidasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, pemaksaan kehamilan, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, dan kontrol seksual.

Enam bentuk kekerasan seksual tadi, menurut Azriana, selain bisa dicegah melalui edukasi, juga bisa melalui kebijakan, seperti perubahan sistem pendidikan dan penghapusan diskriminasi.

Sponsored

Hingga hari ini, pembahasan RUU PKS telah masuk tahapan penting dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) DPR tahun 2015-2019.

Terkait hal itu, Komisoner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan, pihaknya terus menggelar pertemuan rutin dengan anggota DPR, terutama Komisi VIII DPR yang menangani urusan agama dan sosial.

“Kami sudah cukup dengan RUU PKS yang ada sekarang. Yang kami dan para anggota di DPR sekarang upayakan adalah agar bahasa dalam RUU bisa lebih memasyarakat, sehingga tidak membingungkan. Mudah-mudahan bisa lebih dimengerti dan dipahami,” kata Mariana ketika dihubungi, Selasa (12/2).

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily mengatakan, RUU PKS sangat penting bagi fungsi pencegahan, perlindungan, dan rehabilitasi korban. Kini, pembahasan di tingkat panitia kerja Komisi VIII DPR sedang merundingkan pokok-pokok daftar isian masalah RUU PKS.

“Kami akan menyandingkan antara DIM (daftar isian masalah) yang kami miliki dengan DIM yang dimiliki pemerintah. RUU PKS ini diarahkan untuk memberikan hukuman efek jera bagi para pelakunya,” kata Ace saat dihubungi, Selasa (12/2).

Selain itu, kata dia, aturan dalam RUU PKS bertujuan melindungi warga negara dari tindak kekerasan seksual, terutama perempuan, anak, dan penyandang disabilitas. Namun, saat tengah dibahas di tingkat panitia kerja, berbagai hoaks mengemuka terkait RUU PKS.

Sebagian hoaks menyebut, RUU PKS akan diarahkan untuk mengizinkan hubungan seksual di luar pernikahan atau zina, dan memperbolehkan hubungan sesama jenis. Baik Komnas Perempuan maupun Komisi VIII DPR menampik hoaks tersebut.

“Hal itu (hoaks terkait RUU PKS) tidak akan pernah ada. Dan, (bila ada) kami pasti akan menghapusnya, baik secara eksplisit maupun implisit,” ujar Ace.

Mariana juga meluruskan agar tak terjadi kekeruhan di masyarakat, terlebih menjelang Pemilu 2019.

“Bunyi-bunyi dalam hoaks itu dapat dipastikan tidak sesuai dengan rujukan dalam RUU PKS. Barangkali masyarakat sedang panas di masa jelang Pemilu 2019, sehingga sekali disulut orang mudah percaya. Tapi, sesungguhnya tidak benar,” kata Mariana.

Adapun keprihatinan lain yang ingin diatasi melalui aturan RUU PKS adalah mendampingi para penyintas. Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati mengatakan, selama ini korban kekerasan seksual kerap berjuang mengatasi masalahnya sendiri. Maka, kata dia, RUU PKS bermaksud mendorong pemenuhan hak-hak bagi korban, seperti pemulihan psikologis dan perlindungan hukum.

“RUU PKS ini ingin menguatkan peran pencegahan dan menciptakan paradigma baru yang menjamin masyarakat bebas dari kekerasan seksual,” kata Sri.

Berita Lainnya
×
tekid