sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Larang ekspor minyak sawit, Jokowi tak ingin rakyat menderita

Romli mendesak  Kejaksaan Agung (Kejagung) harus tuntas mengusut dugaan korupsi kasus minyak goreng (migor)

Hermansah
Hermansah Senin, 25 Apr 2022 20:35 WIB
Larang ekspor minyak sawit, Jokowi tak ingin rakyat menderita

Guru besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita menilai, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bahan baku dan minyak sawit sebuah pertaruhan yang berisiko. Dia menyebut, pelarangan eskpor bahan baku dilakukan hanya karena Jokowi ingin melihat rakyat tidak lagi miskin dan menderita akibat langkanya minyak goreng di masyarakat.

Oleh karena itu, Romli mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) harus tuntas mengusut dugaan korupsi kasus minyak goreng (migor) yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana perdagangan (Tipidag). 

Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan empat tersangka. Salah satunya ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (IWW).

"Pengorbanan dan taruhan pemerintah ini merupakan tantangan terhadap Kejaksaan Agung untuk segera menuntaskan kasus ini baik dari Tipidag, maupun dari Tipikor (tipikor) dan TPPU (tindak pidana  pencucian uang)-nya," ujar Romli dalam keterangannya, Senin (25/4).

Romli menegaskan, penyidikan tuntas dimaksud adalah agar peristiwa dugaan korupsi crude palm oil (CPO) dapat terungkap seluas-luasnya dan diharapkan tidak terjadi lagi. 

Senada, Kordiantor Aktvis 1998 (Siaga 98) Hasanuddin menyebut, keputusan Presiden Jokowi akan melarang ekspor CPO per 28 April 2022 sampai batas waktu yang belum ditentukan merupakan sebuah peringatan keras kepada produsen CPO. "Bahwa tata niaga minyak sawit tidaklah bertujuan mencari keuntungan produsen semata dengan mengabaikan kepentingan konsumen dan masyarakat secara luas," kata Hasanuddin dalam keterangannya, Senin.

Dia menegaskan, keputusan Jokowi ini tidak mengabaikan ekonomi pasar atau anti ekonomi pasar, melainkan menentang praktek mencari keuntungan semata dengan memprioritaskan ekspor CPO. Sebab, membaiknya harga di pasar global dengan mengabaikan konsumen dalam negeri mengakibatkan harga terkondisi negatif karena praktek curang dalam pasar. 

"Terbukti, kecurangan ini merupakan perbuatan melawan hukum, yang melìbatkan produsen dan pejabat negara yang saat ini dalam penanganan Kejaksaan Agung," ungkapnya.

Sponsored

Menurut Hasanuddin, tindakan Presiden Jokowi melarang ekspor sudah tepat untuk menormalisasi persediaan migor dan harga di dalam negeri, akibat adanya pasar gelap produsen-pejabat. Apalagi, kata dia, pemerintah memiliki kewenangan mengatur ekspor-impor komoditas CPO.

"Kewenangan mengatur ini bukanlah intervensi terhadap pasar. Sebab pasar tidak bisa berjalan sendiri di ruang hampa tanpa keterlibatan pemerintah untuk mengatur keseimbangan dan mengendalikan keserakahan produsen dari upaya kapitalisasi tak terbatas dipasar CPO," pungkas dia.

Berita Lainnya
×
tekid