sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Lima 'bahaya' Perppu Covid-19 menurut FHUI

Perppu Covid-19 berpotensi mengembalikan absolut power.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Selasa, 12 Mei 2020 15:43 WIB
Lima 'bahaya' Perppu Covid-19 menurut FHUI

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia atau PSHTN FH UI memberikan catatan kritis terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, atau Perppu Covid-19.

Pertama, Perppu tersebut dinilai berpotensi mengembalikan absolut power dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh presiden.

Pasal 12 Perppu 1/2020 disebut memberikan ruang kepada presiden untuk mengeluarkan APBN hanya berdasar peraturan presiden atau perpres. Hal ini dianggap menghilangkan fungsi checks and balances, salah satu karakteristik yang sangat esensial dalam kehidupan demokrasi suatu negara.

"Kondisi demikian tentu akan membuat celah kepada presiden untuk dapat bertindak absolut dalam menentukan anggaran keuangan negara tanpa adanya persetujuan dari rakyat melalui DPR. Padahal salah satu dari tercetusnya dari gerakan reformasi 22 tahun silam adalah perlawanan terhadap absolutisme eksekutif," ungkap Ketua PSHTN FHUI Mustafa Fakhri dalam keteranggannya yang diterima di Jakarta, Selasa (12/5/2020)

Kedua, lanjut dia, substansi Pasal 27 Perppu 1/2020 yang menjadikan pengawasan konstitusional yang dilakukan DPR, maupun kewenangan lembaga yudisial dalam menyidangkan perkara terkait penyimpangan yang mungkin dilakukan oleh pejabat publik dalam penanggulangan Covid-19, menjadi hilang.

"Pasal 27 dinilai memberikan imunitas atau kekebalan hukum kepada semua pihak yang disebutkan dalam Perppu No.1/2020. Termasuk juga pengguna anggaran," bebernya.

Bahkan, jelas dia, segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu No.1/2020 tersebut bukanlah merupakan objek gugatan yang dapat diajukan ke PTUN. 

Catatan kritis berikutnya adalah Perppu No.1/2020 dinilai meniadakan keterlibatan DPR dalam pembuatan APBN. Pasalnya, perubahan APBN 2020, menurut Perppu ini, hanya diatur melalui peraturan presiden, yakni Perpres No.54/2020.

Sponsored

"Padahal APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara, yang dengan kata lain partisipasi rakyat di dalamnya," terangnya.

"Dengan kata lain, pasal ini secara tidak langsung telah meniadakan kahadiran rakyat sebagai pemegang kedaulatan di negeri ini," imbuh Mustafa.

Keempat, Perppu tersebut dinilai tidak memiliki pendekatan yang tidak memiliki kebutuhan spesifik terkait dengan penanganan Covid-19 di Indonesia.

"Dalam Perppu ini tidak tergambar secara jelas bagaimana public health policy yang diharapkan masyarakat dalam menanggulangi pandemi ini," jelasnya.

Terahir, kelima, tidak ada definisi yang jelas apa yang disebut dengan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penaganan Covid-19, termasuk dalam rangka menghadapi ancaman yanga membahayakan perekonomian nasional atau stabilitas sistem keuangan.

"Tidak ditemukan kriteria yang menentukan dua kondisi di atas dalam pasal-pasal Perppu No.1/2020 tersebut," ungkapnya.

Dalam kondisi demikian, lanjut dia, maka pelaksanaan Perrpu berpotensi besar untuk disalahggunakan.   

Untuk itu Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia merekomendasikan sejumlah hal, di antaranya adalah pemisahan dua konsep penyelamatan yang diatur dalam Perppu No.1/2020. Sehingga dinilai perlu adanya Perppu yang terpisah yakni: Perppu Covid-19 dan Perppu tentang stabilitas keuangan negara. 

Berita Lainnya
×
tekid