sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Lima bukti baru Setya Novanto untuk sanggah vonis hakim

Mantan Ketua DPR Setya Novanto mengajukan peninjauan kembali kasusnya ke Mahkamah Agung.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 28 Agst 2019 17:58 WIB
Lima bukti baru Setya Novanto untuk sanggah vonis hakim

Terpidana kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP-el) Setya Novanto resmi mengajukan peninjauan kembali (PK) kasusnya kepada Mahkamah Agung (MA). Kuasa hukum Novanto, Maqdir Ismail mengatakan, PK diajukan karena pihaknya mendapatkan lima bukti baru (novum) yang dapat menyanggah dakwaan jaksa. 

Dalam novum pertama, Maqdir menyebutkan, Novanto tidak pernah menerima aliran dana sebesar US$3,5 juta dari keponakannya, yakni Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Dugaan aliran dana itu diungkap Irvanto saat mengajukan permohonan sebagai justice collaborator (JC) pada 3 April 2018.

"Irvandi menerima uang dan barang dari Andi Narogong dan Made Oka Massagung untuk kemudian diserahkan kepada Diah Anggraeni, Chairuman Harahap, M Jafar Hafsah, Ade Komarudin, Melchias Markus Mekeng, Agun Gunanjar Sudarsa, serta Azis Syamsudin," kata Maqdir dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (28/8).

Berdasarkan pertimbangan judex facti, Maqdir menilai, anggapan Setnov telah menerima uang jutaan dolar dari Andi Narogong dan Made Oka itu tidak benar. Judex facti berarti kewenangan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi untuk memeriksa fakta–fakta dan bukti–bukti yang berhubungan dengan perkara yang sedang diadili.

Pada novum kedua, Maqdir mengatakan, tudingan kliennya telah menerima uang sebesar US$3,5 juta dari keponakannya melalui money changer juga tidak benar. "Nyatanya pemohon PK tidak pernah meminta pertolongan dari Irvanto untuk menerima uang melalui money changer," ujar dia.

Selanjutnya pada novum ketiga, Maqdir merujuk pada permohonan JC Irvanto pada 13 Mei. Maqdir menganggap, kliennya tidak pernah meminta pertolongan kepada Irvanto untuk menerima uang sebesar US$3,5 juta melalui rekening money changer PT Inti Valutama Sukses.

Menurut dia, Irvanto diperintah Andi Narogong untuk menerima uang yang diambil dari money changer tersebut untuk diserahkan ke Dedi Prijono. Maqdir bahkan menyebut Irvanto mendapat jatah sebesar 30 ribu Dolar Singapura. 

"Dengan demikian, berdasarkan pertimbangan judex facti dalam putusan perkara ini yang menganggap pemohon PK (Novanto) terbukti menerima uang sebesar US$3,5 juta melalui Irvanto adalah tidak benar dan tidak berdasarkan hukum," ujar Maqdir.

Sponsored

Pada novum keempat, Maqdir merujuk salah satu rekening koran Bank OCBC Singapura North Branch bernomor 503-146516-301 periode 1 Januari 2014 hingga 31 Januari 2014 atas nama Multicom Investment, Pte, Ltd.

Mengacu pada rekening koran itu, Maqdir menyatakan, kliennya tidak pernah mendapatkan aliran dana sebesar US$3,8 juta dari Made Oka. Menurut dia, transaksi Made Oka itu terkait pembelian saham perusahaan Neuraltus Pharmaceutical.

"Bahwa berdasarkan novum P-4, terbukti dalam pertimbangan judex facti pada putusan perkara yang menganggap bahwa pemohon PK (Novanto) terbukti telah menerima uang sebesar US$3,8 juta melalui Made Oka Masagung adalah tidak benar dan tidak berdasarkan atas hukum," ucap dia.

Dalam novum kelima, Maqdir merujuk dari keterangan tertulis agen khusus Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat Jonathan E. Holden dalam perkara United States of America melawan 1485 Green Trees Road, Orono, Minnesota di hadapan United States District Court of Minnesota, pada 9 November 2017.

Disebutkan Maqdir, Jonathan menerangkan bahwa tidak menemukan fakta adanya transaksi uang sebesar US$3,5 juta Johannes Marliem kepada siapa pun. Selain itu, dia mengangap Johannes juga tidak melakukan mengirimkan uang kepada Juli Hira atau Iwan Baralah.

Johannes adalah Direktur Biomorf Lone LLC Amerika Serikat. Perusahaan itu, menurut KPK, mengelola automated finger print identification system (AFIS) bermerek L-1 pada proyek KTP-el. Johannes ditemukan tewas di rumahnya di Los Angeles pada Agustus 2017.

Menurut Maqdir, fakta persidangan di AS tak sesuai dengan judex facti di perkara Novanto yang menyebutkan Johannes telah mengirimkan uang kepada Juli Hira dan Iwan Baralah. Uang tersebut  disebut diberikan kepada Irvanto.

"Bahwa berdasarkan novum P-5, terbukti dalam pertimbangan judex facti pada putusan perkara yang menganggap bahwa pemohon PK (Novanto) terbukti telah menerima uang sebesar US$3,5 juta dari Johannes melalui Irvanti adalah tidak benar dan tidak berdasarkan atas hukum," ujar Maqdir.

Hakim dianggap khilaf

Dalam poin permohonan PK, Maqdir juga mempersoalkan amar putusan hakim terhadap kliennya. Menurut dia, Pengadilan Tipikor seharusnya menjerat Novanto dengan pasal gratifikasi. "Bukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Ada pasal sendiri menerima hadiah atau janji (gratifikasi)," ujar Maqdir.

Karena itu, Maqdir meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan permohonan PK kliennya dan menyatakan Novanto tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan oleh JPU KPK.

"Dan membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 130/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst," ujar Maqdir.

Dalam perkara tersebut, Novanto telah divonis hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsiser tiga bulan kurungan. Bekas Ketua Umum Partai Golkar itu dinyatakan terbukti telah melakukan praktik rasuah dalam proyek pengadaan KTP-el tahun anggaran 2011-2013.

Novanto juga diwajibkan untuk membayar denda sebesar US$7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. Majelis hakim juga mencabut hak politik Novanto.

Berita Lainnya
×
tekid