sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW minta Luhut jelaskan soal minta KPK jangan berlebihan periksa Edhy Prabowo

ICW meminta kepada semua pihak, termasuk pemerintah, agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Senin, 30 Nov 2020 14:57 WIB
ICW minta Luhut jelaskan soal minta KPK jangan berlebihan periksa Edhy Prabowo

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim, Luhut Binsar Pandjaitan, menjelaskan, maksud pernyataan yang mengatakan agar Menteri KP nonaktif, Edhy Prabowo, tidak diperiksa secara berlebihan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Akan lebih baik jika yang bersangkutan (Luhut) dapat menjelaskan, perihal dan maksud pernyataan tersebut atau mungkin mencontohkan penanganan perkara yang berlebihan itu seperti apa?" kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana secara tertulis, Senin (30/11).

Pada, Jumat (27/11), Luhut memberikan pernyataan agar lembaga antirasuah jangan berlebihan dalam memeriksa Edhy. Diketahui, bersama enam orang lainnya Edhy ditetapkan sebagai tersangka terkait izin ekspor benih lobster usai tertangkap di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Rabu (25/11) dini hari.

Kurnia menambahkan, ICW juga meminta kepada semua pihak, termasuk pemerintah, agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK.

"Sebab, segala upaya intervensi, baik langsung maupun tidak langsung, memiliki konsekuensi hukum tersendiri, yakni Pasal 21 UU Tipikor terkait dengan obstruction of justice," jelasnya.

Sebelumnya, Sabtu (28/11), Juru bicara Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, mengatakan maksud dari pernyataan bosnya itu merupakan ungkapan rasa empati. Menurutnya, Luhut berharap KPK melakukan pemeriksaan secara komprehensif.

"Beliau (Luhut) berharap agar KPK bisa melakukan pemeriksaan secara komprehensif mengenai kasus ini, tetapi azas praduga tidak bersalah perlu tetap dikedepankan," ucapnya.

Dalam kasus Edhy, enam tersangka lain adalah Staf Khusus Menteri KP, Safri (SAF); pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi (SWD); staf istri Menteri KP, Ainul Faqih (AF); Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito (SJT), Staf Khusus Menteri KP, Andreau Pribadi Misanta (APM); dan swasta Amiril Mukminin (AM).

Sponsored

Pada perkaranya, Edhy menerbitkan, Surat Keputusan Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, dan Andreau selaku ketua pelaksananya. Pada Oktober 2020, Suharjito datang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bertemu Safri.

Dalam sua tersebut, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT Aero Citra Kargo. "Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelas Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.

Atas kegiatan ekspor benur tersebut, PT Dua Putra Perkasa diduga mentransfer uang ke rekening PT Aero Citra Kargo senilai Rp731.573.564. Selanjutnya atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, imbuh Nawawi, PT Dua Putra Perkasa memperoleh penetapan kegiatan ekspor.

"Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK (Aero Citra Kargo)," ucapnya

Berdasarkan data kepemilikan, PT Aero Citra Kargo terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Menteri Edhy, serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.

Babak berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga untuk Edhy, Iis Rosyati Dewi (IRW) selaku istri Edhy, Safri dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu Amerika Serikat di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujarnya.

Di samping itu, Edhy juga diduga menerima sejumlah uang sebesar USD$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Para penerima, Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Amiril dan Andreau disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pemberi, Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid