sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

MA batalkan kenaikan iuran BPJS

Hal tersebut merupakan putusan uji materi Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Senin, 09 Mar 2020 18:10 WIB
MA batalkan kenaikan iuran BPJS

Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS yang ditetapkan pemerintah per 1 Januari 2020. Hal ini merupakan putusan dari judicial review atau uji materi Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI).

Menurut juru bicara MA Hakim Agung Andi Samsan Nganro, putusan perkara yang teregistrasi dengan nomor 7 P/HUM/2020 tersebut diketok pada Kamis 27 Februari lalu.

"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia tersebut," ucap Andi Samsan saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (9/3).

Putusan tersebut menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, di antaranya yang terdapat pada UUD 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

"Menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian amar putusan yang diberikan Andi.

Perkara ini bermula saat KPCDI mendaftarkan hak uji materiil Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada 5 Desember 2019. Mereka menolak kenaikan tersebut karena memberatkan anggota KPCDI yang hidupnya bergantung pada cuci darah yang selama ini dibiayai melalui BPJS. 

Pengacara KPCDI Rusdianto Matulatuwa berpendapat, kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100% tak hanya berasal dari KPCDI. Hal ini lantaran angka kenaikan yang dinilai tak masuk akal.

“Angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100% menimbulkan peserta bertanya-tanya darimana angka tersebut didapat, sedangkan kenaikan penghasilan tidak sampai 10% setiap tahun,” kata dia dikutip dari laman KPCDI.

Sponsored

Rusdianto menegaskan, kenaikan tersebut dilakukan tanpa ada alasan logis dan sangat tidak manusiawi. Menurutnya, parameter negara untuk menghitung kekuatan daya beli masyarakat harus disesuaikan dengan tingkat inflasi.

"Kenaikkan inflasi tidak sampai 5%, tapi iuran BPJS dinaikkan 100%. Ini kan tidak masuk akal,” katanya.

Karena itu, pihak KPCDI menilai Perpres 75 Tahun 2019 bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

“Undang-undangnya kan mengatakan besaran iuran itu ditetapkan secara berkala sesuai perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak,” kata Rusdianto menjelaskan.

Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan besaran kenaikan iuran bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (PBPU).

Iuran untuk pelayanan di ruang perawatan kelas III ditetapkan senilai Rp42.000, Rp110.000 untuk kelas II, dan Rp 160.000 untuk kelas I. Pada Pasal 2, disebutkan ketentuan tersebut berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.

Adapun nilai iuran BPJS sebelumnya yang tercantum dalam Pasal 34 Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan adalah senilai Rp25.500 untuk perawatan kelas III, Rp5l.000 untuk kelas II, dan Rp80.000 untuk kelas I.

Berita Lainnya
×
tekid