sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mahasiswa UIN Jakarta dan Bandung disebut intoleran

Hal ini sebagaimana survei yang dilakukan Setara Institute dengan cara menanyakan persetujuan atas beberapa pertanyaan yang telah disiapkan.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Minggu, 30 Jun 2019 20:34 WIB
Mahasiswa UIN Jakarta dan Bandung disebut intoleran

Setara Institute menemukan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan UIN Bandung memperoleh nilai tertinggi dengan potensi menjadi akar ekslusivisme dan perilaku intoleran. Dua kampus tersebut memiliki mayoritas mahasiswa bercorak agama fundamentalis.

Hal ini sebagaimana survei yang dilakukan Setara Institute dengan cara menanyakan persetujuan atas beberapa pertanyaan yang telah mereka siapkan.

Adapun pernyataan tersebut seperti "jalan keselamatan dunia dan setelah mati hanya terdapat dalam ajaran agamaku", "hanya ajaran agamaku yang bisa menjawab tuntas segala kebutuhan rohani setiap manusia", "ajaran agamaku sudah sempurna, dan saya tidak memerlukan pedoman tambahan di luar agama", "hanya ajaran agamaku yang dapat mewujudkan keadilan bagi masyarakat Indonesia", dan "Indonesia menjadi aman jika semua penduduknya seagama denganku".

Menurut peneliti Setara Institute Noryamin Aini, semakin tinggi nilai yang diperoleh dari kelima pernyataan tersebut, maka semakin tinggi fundamentalisme beragama para mahasiswa yang menjadi responden.

"Hasilnya, UIN Bandung mendapat poin 45,0 dan UIN Jakarta mendapat poin 33,0. Lebih lanjut Unram mendapat 32,0 poin, IPB mendapat poin 24,0 poin, UNY mendapat poin 22,0 poin. UGM memperoleh 12,0 poin, Unibra memperoleh 13,0 poin, ITB mendapat 10,0 poin, Unair mendapat poin 8,0 dan UI memperoleh poin 7,0," kata dia, di Hotel Ibis Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (30/6).

Survei ini dilakukan dengam cara mengambil sampel dari 1.000 mahasiswa. Jumlah sampel di setiap perguruan tinggi sebanyak 100 orang menyebar di lima fakultas terseleksi secara purposif dengan distribusi merata, yakni masing-masing 20 sampel per fakultas.

"Pada dasarnya survei ini diseleksi secara random sistematis-berjenjang. Kami juga menggunakan metode margin of error pencuplikan sebesar 3,3% dan tingkat kepercayaan 95%," terang Noryamin

Kendati begitu, Noryamin menjelaskan aspek fundamentalisme tidak selalu menggambarkan sisi buruk cara beragama. Ditegaskannya, pada sisi tertentu, di ranah pribadi, seorang penganut agama memang harus memiliki visi fundamentalisme seperti keyakinan keagamaan yang kokoh.

Sponsored

Survei dilakukan pada 10 perguruan tinggi, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Mataram (Unram), UIN Jakarta, dan UIN Bandung.

Survei ini dilakukan guna mengenali secara presisi kuantitas problem yang menuntut penyikapan pemerintah dan perguruan tinggi.

Sementara Dosen HTN-HAN Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Muhtar Said, mengatakan, Islam eksklusif seharusnya disadari pihak pengelola kampus, apalagi kampus merupakan wilayah akademik yang mempunyai tugas dari negara untuk melestarikan nilai-nila dasar bangsa Indonesia, salah satunya adalah bhinneka tunggal ika. Sehingga alumni yang lulus dari kampus adalah alumni yang mau mengakui kebudayaan Indonesia yakni bersatu dalam keragaman.

Untuk menanggulangi persoalan ini Menteri Riset, Tekknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) telah mengeluarkan regulasi, berupa Peraturan Menteri No 55 tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila Dalam Kegiatan Kemahasiswaan Perguruan Tinggi.

Dalam peraturan tersebut kampus diberikan kewenangan (bevogheid) untuk membentuk organisasi kemahasiswaan yang fungsinya sebagai wadah pembinaan ideologi Pancasila, di mana dalam pelaksanaan programnya juga melibatkan organ ekstra kampus yang berhaluan moderat.

"Memang beberapa kampus sudah mulai membentuk semacam pusat studi untuk meneliti dan menangkal faham radikal seperti yang ada di Universitas Negeri Semarang (UNNES), yakni Pusat Studi Teror yang mempunyai tugas melakukan penelitian dan mencegah teror-teror yang mengganggu kemajemukan masyarakat," papar dia.

Wadah organisasi mahasiswa seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri No 55 tahun 2018 harus segera dibentuk, tanpa harus menunggu waktu yang terlalu lama karena penyebaran paham Islam eksklusif merupakan permasalahan bangsa bukan permasalahan kampus semata.

Jika tidak segera dibentuk maka menjadi pertanda kampus tidak menjalankan fungsi administrasi negara, sebagai lembaga yang ditugaskan untuk menjalankan ajaran-ajaran sesuai konstitusi, sehingga patut dikatakan kampus telah melakukan malfungsi hukum administrasi negara.

Label sebagai kampus yang melakukan malfungsi bisa diberikan karena dasar hukum pembentukan wadah tersebut sudah disediakan oleh pemerintah. Hanya menunggu kemauan kampus dalam memberantas virus intoleransi berkembang di lingkungannya.

"Hampir setahun peraturan menteri No 55 Tahun 2018 diundangkan, apabila ada kampus yang belum membentuk wadah tersebut maka tidak ada itikad baik dari kampus dalam menangkal faham intoleransi," tutur dia. (Ant)

 

Berita Lainnya
×
tekid