sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mahfud serahkan dugaan obstruction of justice pelanggaran HAM Paniai ke Kejagung

Hal ini lantaran berkas penyelidikan Komnas HAM sudah diserahkan ke Kejagung.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Rabu, 19 Feb 2020 20:07 WIB
Mahfud serahkan dugaan obstruction of justice pelanggaran HAM Paniai ke Kejagung

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD enggan mengomentari dugaan obstruction of justice atau perintangan penegakan hukum dalam kasus dugaan pelanggaran HAM di Paniai, Papua 7-8 Desember 2014.

Mahfud menyerahkan penanganannya ke Kejaksaan Agung, lantaran berkas penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM sudah diserahkan ke Kejagung.

"Biar Kejaksaan Agung mengolah dulu," kata Mahfud di kantornya, Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (19/2).

Mahfud menambahkan, pemeriksaan Kejagung berkenaan dengan berkas yang sudah dilimpahkan. Dari situ akan diketahui apakah akan naik ke tahap penyidikan atau tidak. Menurut dia, nantinya Kejagung akan melaporkan kepadanya untuk diteruskan kepada Presiden Joko Widodo.

"Jadi sekarang hadir di kejaksaan Agung dan kita terus mengolahnya sesuai dengan mekanisme yang tersedia dalam perlindungan hak asasi manusia dan penyelesaian kasus-kasus HAM," jelas dia.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi memastikan, pemerintah akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran HAM di Paniai yang dilaporkan oleh Komnas HAM. Dia pun menjamin penanganannya akan dilakukan secara transparan sehingga publik dapat memantau prosesnya.

"Kita kan tidak mungkin juga sembunyi-sembunyi. Tetap itu akan dilakukan secara transparan. Saya jamin itu akan di-follow up," katanya.

Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 3 Februari 2020 menyatakan peristiwa Paniai, Papua, 7-8 Desember 2014 sebagai pelanggaran HAM berat. Hasil paripurna khusus tersebut diputuskan setelah Tim Ad Hoc Komnas HAM melakukan penyelidikan selama lima tahun, dari 2015 hingga 2020.

Sponsored

Anggota TNI yang bertugas saat itu, baik dalam struktur komando Kodam XVII/Cenderawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai, diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab.

Dalam peristiwa itu, terjadi tindakan kekerasan terhadap penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang berusia 17-18 tahun meninggal dunia, akibat luka tembak dan luka tusuk.

Sementara 21 orang lain mengalami luka penganiayaan. Peristiwa ini tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan tersebut.

Ketua Tim Ad Hoc penyelidikan pelanggaran berat HAM peristiwa Paniai, M. Choirul Anam, mengatakan pada peristiwa Paniai ditemukan unsur kejahatan kemanusiaan dengan elemen of crimes adanya tindakan pembunuhan dan penganiayaan.

“Adanya tindakan pembunuhan dan tindakan penganiayaan. Sistematis atau meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kerangka kejahatan kemanusiaan sebagai prasyarat utama terpenuhi," ujar Anam.

Di sisi lain turut ditemukan adanya indikasi obstruction of justice atau perintangan penegakan hukum dalam proses penanganan pascaperistiwa. Hal itu diungkap anggota Tim, Munafrizal Manan.

Menurut Munafrizal, perintangan penegakan hukum dalam proses penanganan ini dapat mengakibatkan kaburnya fakta peristiwa dan memperlambat proses hukum.

Obstruction of justice penting untuk tetap disebutkan sebagai fakta, walau tidak harus dikaitkan dengan adanya sistematis atau meluas. Ini bertujuan agar mendapat perhatian oleh penegak hukum untuk bekerja profesional dan menegakkan keadilan, bukan yang lain," ucap dia.

Berita Lainnya
×
tekid