sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mayoritas masyarakat tak paham HAM

Masyarakat dengan pemahaman tinggi ihwal HAM dan regulasinya, didominasi masyarakt Indonesia bagian Timur.

Fadli Mubarok Akbar Ridwan
Fadli Mubarok | Akbar Ridwan Senin, 09 Des 2019 19:18 WIB
Mayoritas masyarakat tak paham HAM

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyatakan mayoritas masyarakat Indonesia tidak memahami HAM. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, mayoritas masyarakat Indonesia tidak mengetahui definisi HAM sesuai regulasi.

Hal tersebut terungkap dalam hasil survei yang dilakukan bersama Lembaga Survei Kompas terhadap 1.200 responden ihwal persepsi masyarakat terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. UU tersebut telah 20 tahun menjadi landasan hukum Komnas HAM.

"Sebagian besar masyarakat memahami HAM sebagai hak hidup sejak dilahirkan. Sebanyak 42,1% responden mengatakan HAM sebagai hak setiap individu sejak lahir," kata Anam di kantornya di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12).

Sebanyak 70,3% masyarakat juga mengaku tidak pernah melihat dan membaca isi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Namun, sebagian besar masyarakat mengetahui keberadaan Komnas HAM.

“Hanya 29,5% yang mengaku pernah membaca regulasi itu. Siasanya, sebanyak 0,6% masyarakat tidak menjawab,” katanya. 

Masyarakat yang memiliki pemahaman tinggi ihwal HAM dan regulasinya, didominasi oleh masyarakt Indonesia bagian Timur, yaitu sebanyak 56,3%. Kemudian, wilayah Indonesia bagian Tengah 35,3%, dan Indonesia bagian Barat 27,0%.

Anam menilai, tingginya pemahaman masyarakat Indonesia bagian Timur disebabkan banyaknya pelanggaran HAM di wilayah tersebut. Hal ini membuat masyarakat di wilayah tersebut lebih teliti dan peduli mengenai substansi HAM di tanah air.

Adapun persoalan HAM yang paling banyak dipahami masyarakat sebagai bagian HAM, adalah kebebasan berpendapat dan kemerdekaan memeluk agama atau kepercayaan. Pemahaman terhadap kedua hal tersebut berturut-turut, adalah 84,2% dan 83,4%.

Sponsored

Adapun masyarakat yang memahami pendidikan merupakan bagian HAM berada di angka 82,9%, perlakuan yang sama di mata hukum 82,5%, rasa aman dan tindakan kekerasan oleh aparat negara 82,3%, dan layanan kesehatan 80,5%.

Selanjutnya, kesempatan untuk turut serta dalam pemerintahan tanpa memandang suku, ras, dan agama sebanyak 79,4%, rasa aman dari konflik antarkelompok 75,4%, dan penyediaan lapangan pekerjaan 70,0%.

Pelanggaran HAM

Di sisi lain, Komnas HAM juga menuntut pemerintah menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang hingga saat ini belum tuntas. Kejaksaan Agung yang menangani persoalan itu, diminta untuk melunak dan melaksanakan rekomendasi yang sejak lama didorong, yaitu membentuk tim penyidik ad hoc

Menurut Anam, pembentukan tim tersebut merupakan jalan praktis menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Sikap kukuh kejaksaan yang tak juga membentuk tim, membuat berkas penyelidikan kerap dikembalikan ke Komnas HAM, sehingga tak naik ke tahap penyidikan.

"Makanya jadi sangat heran, kenapa kok tik-tok tik-tok (bolak-balik antara Komnas HAM dengan Kejagung) kayak begini. Itu praktis. Jalan keluar secara praktis," kata Anam.

Menurutnya, pembentukan tim ad hoc merupakan amanat Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dalam beleid itu, kewenangan Jaksa Agung mengangkat penyidik ad hoc tertuang dalam Pasal 21 ayat (3).

Dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa tim ad hoc dapat terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Namun Anam menyarankan agar kejaksaan memperbanyak unsur masyarakat dalam tim tersebut. 

"Tim ad hoc itu bisa diambil dari pemerintah dan atau mayarakat. Untuk membangun trust building di masyarakat, perbanyaklah tim ad hoc-nya dari kalangan masyarakat," katanya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid