sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menanti solusi jitu atasi banjir di Jakarta

Selain macet, banjir merupakan masalah klasik yang kerap menghantui warga Jakarta bila curah hujan tinggi.

Akbar Persada Nanda Aria Putra Robertus Rony Setiawan
Akbar PersadaNanda Aria Putra | Robertus Rony Setiawan Senin, 29 Apr 2019 20:20 WIB
Menanti solusi jitu atasi banjir di Jakarta

Solusi lain

Menanggapi hal ini, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Jakarta Nirwono Joga mengatakan, ada empat penyebab banjir yang kerap melanda Jakarta. Pertama, terjadi akibat curah hujan yang tinggi di wilayah hulu, seperti kawasan Puncak Bogor, yang menyebabkan air mengalir ke daerah lebih rendah. Kondisi seperti ini disebut dengan istilah banjir kiriman.

Kedua, banjir yang disebabkan curah hujan tinggi di Jakarta, yang menyebabkan air tergenang di daerah permukiman penduduk. Kondisi ini disebut banjir lokal.

Ketiga, banjir yang disebabkan naiknya debit air laut atau yang lebih dikenal dengan banjir rob. Banjir ini terjadi karena permukaan pesisir pantai lebih rendah dibandingkan dengan permukaan laut. Permukaan tanah turun disebabkan pembangunan yang masif.

Keempat, banjir gabungan tiga penyebab tadi, dalam waktu yang bersamaan. Banjir ini terjadi karena curah hujan yang tinggi di hulu dan hilir, dan secara bersamaan bulan purnama muncul. Hal ini mengakibatkan permukaan air laut meningkat.

“Untuk banjir saat ini yang terjadi di Jakarta berada di level satu, banjir kiriman,” katanya saat dihubungi, Senin (29/4).

Menurut Nirwono, langkah untuk menambah bendungan besar di Sukamanahi dan Ciawi dinilainya tak efektif. Ia berpendapat, selama ini pemerintah pusat dan daerah abai terhadap keberadaan situ, sebagai penampung air, yang sudah ada.

“Situ atau danau di Jabodetabek pada tahun 2009 ada 209, pada 2015 tinggal 183, tahun 2018 tinggal 178 berarti ada pembiaran situ atau danaunya hilang,” katanya.

Sponsored

Nirwono mengatakan, ketika dicek ke lapangan, situ-situ itu sudah beralih fungsi menjadi permukiman real estate dan tengah diuruk untuk menjadi apartemen mewah.

“Buat apa membangun yang baru terus sementara yang sudah ada saja dibiarkan menghilang dengan sengaja,” katanya.

Sejumlah anak bermain air saat banjir melanda permukiman di kawasan Rawajati, Jakarta Selatan, Jum'at (26/4). /Antara Foto.

Lebih lanjut, ia mempertanyakan kerja yang sudah dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam kurun waktu dua tahun terakhir untuk mengatasi banjir.

“Dari beberapa hal yang telah saya usulkan Pemerintah DKI, baru pada tahap membuat sumur resapan. Artinya, gubernur belum melakukan antisipasi banjir secara maksimal,” ujarnya.

Nirwono menyarankan sejumlah solusi untuk mengatasi banjir yang kerap menghantui warga bila terjadi curah hujan tinggi. Pertama, saluran air harus terhubung dengan baik, bebas dari endapan lumpur, limbah, dan sampah.

Ia menuturkan, ketika penataan dan pembangunan jaringan kabel bawah tanah, juga harus diikuti pembangunan saluran air yang baik. Saluran bawah tanah, kata dia, bisa ditata dengan membagi saluran berdiameter tiga meter menjadi dua, antara jalur kabel telepon dan serat optik dengan pipa gas, air bersih, dan limbah.

Selain itu, kata Nirwono, Pemprov DKI Jakarta juga harus merevitalisasi menyeluruh terhadap 109 situ, danau, embung, dan waduk di sekitar wilayah Jakarta. Semua itu, kata dia, harus dikeruk dan diperdalam agar daya tampungnya lebih besar.

"Revitalisasi ini dilakukan dengan pendekatan integralistik ekologi hidraulis yang alami dan lestari," ucapnya.

Banjir di Jakarta mudah terjadi karena curah hujan yang tinggi.

Menciptakan ruang terbuka hijau (RTH), menurut Nirwono, juga bisa menjadi solusi penciptaan daerah tangkapan air. “RTH telah lama memberi manfaat ekologis berupa pengendalian banjir, penyuplai air baku, penjaga keseimbangan ekosistem, dan ruang publik bagi warga,” ujarnya.

Ia pun mengatakan, Pemprov DKI Jakarta perlu mengimbau warganya agar tak membuang sampah ke bantaran sungai. Merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai, kata Nirwono, juga harus dilakukan. Keterbatasan lahan menjadi faktor utama kenapa pilihan relokasi harus diambil.

“Keberanian dan ketegasan gubernur sangat ditunggu untuk segera melanjutkan penataan sungai, sehingga warga secara sukarela direlokasi ke tempat terdekat yang aman dari bencana. Menjamin kota bebas banjir bukan merupakan pilihan, melainkan sebuah keharusan," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid