sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mencari jalan keluar keberadaan transportasi online

Terpukul keberadaan transportasi online, dari 35 perusahaan taksi konvensional, kini hanya tinggal empat yang masih bertahan.

Syamsul Anwar Kh
Syamsul Anwar Kh Selasa, 31 Okt 2017 16:13 WIB
Mencari jalan keluar keberadaan transportasi online

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan nomor 108 tahun 2017 sebagai pengganti PM 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam trayek. Beleid anyar ini akan mulai berlaku 1 November 2017.

Aturan ini sekaligus menjadi payung hukum angkutan transportasi online pascaputusan Mahkamah Agung (MA) yang menganulir 14 pasal dalam PM 26/2017.

Transportasi online memang memicu pro dan kontra sejak awal kemunculannya. Selain sebagai respons perkembangan teknologi, transportasi online semakin memudahkan perpindahan barang dan orang. Namun, di sisi lain, transportasi online juga dianggap ancaman bagi transportasi konvensional.

Pasalnya, tak hanya kemudahan saja yang ditawarkan oleh transportasi online. Namun, berbagai diskon, promo serta tarif murah juga merayu pengguna transportasi untuk beralih dari konvensional menjadi berbasis online.

Sebenarnya, seberapa besar ancaman keberadaan transportasi online terhadap konvensional?

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Safruhan Sinungan mengakui munculnya transportasi online memukul bisnis perusahaan taksi konvensional. 

“Dari 35 perusahaan taksi, tinggal empat yang masih bertahan,” kata Safruhan saat berbincang dengan Alinea.id, Selasa (31/10).

Dengan fakta itu, Organda meminta adanya tindakan tegas dari negara. Terlebih transportasi, telah diatur di dalam UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Sponsored

“Aplikasi masih ilegal dan belum berizin, tiga perusahaan aplikasi ini bukan transportasi. Tapi mereka men-drive semua pengemudi plat hitam layaknya angutan umum,” sambungnya.

Kasus di berbagai negara

Peraturan Menteri Perhubungan nomor 108 tahun 2017 berisi terkait argometer taksi, wilayah operasi, kuota, persyaratan minimal lima kendaraan bagi badan usaha, bukti kepemilikan kendaraan, Domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB), sertifikat registrasi uji tipe (SRUT), Peran Aplikator, Stiker Angkutan Sewa Khusus (ASK), kewajiban asuransi, kewajiban aplikator, sanksi dan lain sebagainya. 

"Kami (Kemenhub) sudah melakukan dialog publik bersama seluruh stakeholder terkait, terkait bagaimana respon masyarakat di berbagai daerah. Dan dapat disimpulkan, semua pihak mengharapkan agar diatur kembali," terang Kepala Biro Hukum Kemenhub, Wahyu Adjie.

Sebelumnya, putusan MA nomor 37 P/HUM/2017 yang menganulir 14 pasal dalam PM 26/2017, mengabulkan gugatan lima pengemudi transportasi terhadap PM tersebut. Dalam putusannya, MA merujuk sejumlah kasus transortasi online di berbagai negara.

Di Filipina misalnya, pemerintah melegalkan Uber dan GrabCar dengan syarat kedua aplikasi itu beroperasi di bawah aplikasi yang diatur oleh pemerintahnya melalui transportation network company (TNC). 

Sementara untuk regulasi teknis, taksi online tak boleh mengambil penumpang di pinggir jalan, namun harus dipesan melalui aplikasi. Aturan berikutnya adalah pengemudi taksi reguler atau konvensional diharuskan memiliki lisensi waralaba dari otoritas transportasi dan kewajiban mencakup asuransi penumpang; biaya waralaba taksi online ditentukan lebih tinggi dibanding taksi reguler, namun diperbarui setiap tahun. Sedangkan taksi reguler bisa memperbarui setiap tujuh tahun.

Sedangkan di Malaysia, masih mempertimbangkan taksi online dan belum memutuskan apakah melarang atau mengizinkan. 

Di Australia, dilegalkan di New South Wales (NSW), Western Australia (WA) dan Australian Capital Territorry (ACT). Namun ada juga yang melarang seperti di Northern Territory (NT).

Tak hanya di Asia dan Australia, fenomena angkutan online juga mewabah di Eropa. Di Inggris, Pengadilan Tinggi melegalkan Uber sejak 16 Oktober 2015. Lalu di New York, Amerika, angkutan online Uber diizinkan dengan syarat seperti memakai pelat khusus yang sama dengan yellow cab atau taksi kuning yang sehari-hari beroperasi di jalanan New York. Selain itu, pengemudi Uber juga hanya boleh membawa penumpang yang memesan lewat aplikasi serta ada SIM khusus bagi para pengemudi Uber, dan pembayaran harus lewat kartu kredit.

Kendati menganulir 14 pasal, namun MA memberikan catatan bahwa taksi konvensional harus lebih tanggap terhadap perkembangan teknologi. Penyedia transportasi berbasis aplikasi juga dianjurkan menggunakan plat kuning, juga tidak memberikan harga yang terlampau jauh dengan yang sudah ada sehingga persaingan menjadi sehat. Sementara pemerintah, sudah selayaknya membuat peraturan, dan memastikan bahwa persaingan yang ada terjadi secara sehat dan tidak ada adu modal yang merupakan ciri kapitalisme dan bertentangan dengan ekonomi kerakyatan.

Berita Lainnya
×
tekid