sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mendagri tegaskan tidak benar bisa pecat gubernur di draf omnibus law

Tidak ada pasal yang menyebutkan pejabat daerah bisa dipecat Mendagri.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Rabu, 22 Jan 2020 16:17 WIB
Mendagri tegaskan tidak benar bisa pecat gubernur di draf omnibus law

Rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan Kementerian Dalam Negeri diwarnai klarifikasi isi draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Salah satunya soal kewenangan Menteri Dalam Negeri memberhentikan kepala daerah. 

"Saya ditanya soal RUU Cipta Lapangan Kerja bahwa Mendagri bisa memecat gubernur, bupati dan sebagainya," ujar Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Sodik Mudjani, saat RDP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (22/1).

Menurut Sodik, jika draf yang beredar itu benar adanya, maka ketentuan yang menyebut kepala daerah dapat dipecat oleh Mendagri adalah keliru. Jabatan eksekutif daerah, tegas dia, merupakan jabatan politk, bukan tenaga kerja biasa.

"Tidak bisa dipecat oleh atasan, tetapi harus oleh DPRD dan lain-lain," ungkapnya.

Merespons pertanyaan itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan ketentuan itu tidak benar. Tito menjelaskan, draf RUU omnibus law yang beredar bukan draf resmi dari pemerintah.

Dalam draf resmi pemerintah mengenai RUU Omnibus Law Cilaka, lanjut dia, tidak ada pasal yang menyebutkan ketentuan pejabat daerah bisa dipecat oleh Mendagri maupun Presiden. Kalau pun ada, Tito menegaskan, pihaknya akan menolak. Sebagai Mendagri ia akan meminta Presiden untuk menghapus pasal itu.

"Kenapa? Karena sudah ada UU-nya, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah. Baca pasal 67, 68, 69, 76 sampai 89. Di situ berisi tentang kepala daerah diberhentikan oleh Presiden, satu bila meninggal dunia, dua kalau sendainya mengundurkan diri, yang ketiga diberhentikan salah satunya karena tidak melaksanakan program strategis nasional," jelas Tito.

Kedua, yakni ketika meninggalkan tempat berturut-turut tanpa izin selama tujuh hari atau akumulatif tidak berturut-turut selama satu bulan. "Kita berikan teguran pertama, teguran kedua, itu dapat diberhentikan temporer tiga bulan," kata dia.

Sponsored

Sebelumnya, publik dihebohkan beredarnya draf RUU Omnibus Law RUU Cilaka yang beredar di lini masa. Salah satu pasal menyebutkan, kepala daerah bisa diberhentikan jika tidak menjalankan kewajibannya kepada Presiden. Ketentuan kepatuhan kepala daerah serta sanksi ini tertuang dalam Pasal 519 dan 520 RUU tersebut.

Disebutkan dalam Pasal 520 itu bahwa:

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur, serta oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan.

(3) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

Berita Lainnya
×
tekid