sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menkominfo klaim interpretasi UU ITE bukan norma hukum baru

Pedoman interpretasi UU ITE, dapat digunakan sebagai acuan aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti UU ITE jika ada sengketa.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 22 Feb 2021 15:51 WIB
Menkominfo klaim interpretasi UU ITE bukan norma hukum baru

Pemerintah membuat tim pengkaji Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tiga kementerian dilibatkan dalam mengkaji aturan "karet" tersebut. 

Yakni, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate menjelaskan, tim akan membuat pedoman interpretasi UU ITE, terkhusus pasal krusial 27,28, dan 29.

Dia mengklaim, pedoman interpretasi UU ITE bukanlah norma hukum baru. "Jangan sampai keliru ditafsirkan, seolah-olah membuat tafsiran kepada UU, karena sudah ada penjelasannya pada bagian UU dan penafsiran akhir dalam pelaksanaan judicial sistem (pengadilan) bagi masyarakat pencari keadilan adalah menjadi kewenangan hakim," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (22/2).

Pedoman interpretasi UU ITE, menurut dia, dapat digunakan sebagai acuan bagi aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti UU ITE jikalau ada sengketa. Jadi, pedoman interpretasi UU ITE dari Kominfo ini hanya akan berurusan di ranah siber (ruang digital). 

UU ITE harus hadir untuk mengisi kekosongan payung hukum di ranah siber. Padahal, banyak risiko di ruang siber, seperti terkait jaminan perlindungan data yang dapat bergerak secara extra territorial dan lintas yurisdiksi (lintas hukum suatu negara).

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mengkritisi rencana pemerintah menerbitkan pedoman interpretasi atas "pasal karet" UU ITE. Langkah tersebut dinilai justru berpotensi membuka ruang baru kriminalisasi.

Semestinya, pemerintah mencabut semua pasal yang bermasalah dan rentan disalahgunakan akibat penafsiran yang terlampau luas atas "pasal karet" UU ITE. Pangkalnya, sukar menentukan standar interpretasi secara tegas dan memberikan kepastian hukum terhadap tindak pidana tentang ekspresi, seperti penghinaan, perbuatan menyerang kehormatan seseorang, hingga ujaran kebencian, selain sangat subjektif, dan samar-samar.

Sponsored

Karenanya, bagi koalisi, rencana menyusun pedoman resmi "pasal karet" UU ITE bakal mengulang logika keliru. Ini tidak akan menyelesaikan masalahnya, tetapi malah membuka ruang interpretasi lain yang tidak mustahil justru lebih multitafsir.

Berita Lainnya
×
tekid