sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

China di Natuna tak cukup dihadapi dengan retorika utopis

Perbandingan kapal selam China vs Indonesia 70 : 5

Ardiansyah Fadli
Ardiansyah Fadli Sabtu, 11 Jan 2020 06:08 WIB
China di Natuna tak cukup dihadapi dengan retorika utopis

Kekuatan militer Indonesiadinilai berbeda jauh dibanding militer China sehingga tidak memiliki banyak pilihan ketika terjadi konfrontasi di perairan Natuna. 

"Pilihan Indonesia itu terbatas. Kalau dilihat, dibanding kekuatan Indonesia, China itu kan sifatnya asimetris (tidak seimbang)," kata pengamat militer Meidi Kosandi dihubungi Alinea.id di Jakarta, Jum'at (10/1).

Masih kata Meidi, alutsista yang dimiliki China jauh lebih banyak. Misalnya, kapal selam yang dimiliki China vs Indonesia berbandingannya 70 : 5.

"Memang China dilihat dari alutsista, terus dari teknologinya itu jauh lebih kuat dibandingkan dengan Indonesia," jelasnya. 

Menurut Meidi, Indonesia bisa saja melakukan konfrontasi balik terhadap China, meski kekuatan militer tak seimbang.

Misalnya, sambung dia, Indonesia bisa meminta bantuan negara-negara lain untuk melawan China, seperti kepada Amerika Serikat.

"Bisa minta bantuan Amerika. tapi itu dampaknya akan sangat banyak, terhadap politik luar negeri. Karena pasti ada transaksi yang diharapkan oleh Amerika," ungkapnya. 

Meidi menjelaskan, berdamai dengan China saat ini menjadi langkah tepat dan rasional bagi Indonesia. Namun dalam jangka panjang Indonesia harus memikirkan strategi untuk memperkuat pertahanan. 

Sponsored

"Misal kesepakan dengan China itu apakah misal memberikan izin khusus untuk pelaut China atau bagaimana, dan itu harus dipikirkan," jelasnya.

Meidi menegaskan, kondisi kekuatan militer Indonesia saat ini sangat lemah dibandingkan China. Kata dia, jangan sampai celah ini menjadikan Indonesia justru didikte oleh negara lain. 

"Militer kita memang lemah. terbukti ketika  mereka (China) berani berkonfrontasi, ya sikap kita pasti akan menghindari bentrokan militer," ujarnya. 

"Beda misalnya dengan kasusnya Filipina dan Vietnam, ya Indonesia akan jauh lebih tegas," imbuhnya. 

Terkait pertahanan negara, Meidi menanggapi slogan "Seribu teman terlalu sedikit satu musuh terlalu banyak" yang kerap diungkapkan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo yang dinilai utopis dan sulit untuk dipraktekkan. 

"Gagasan itu termasuk liberalis dan itu sulit sekali dipraktekkan. kita ingin tidak ada musuh, tapi taunya wilayah kita dimasuki seenaknya oleh negara lain" ujarnya. 

"Strategi yang lebih benar itu ya nggak cukup hanya dengan retorika itu, tapi harus dibarengi dengan perubahan, dan kekuatan pertanahan yang lebih baik," tutupnya.

Berita Lainnya
×
tekid