sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

MK dinilai berpeluang batalkan total isi UU Cipta Kerja

UU tersebut melampaui tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya.

Hermansah
Hermansah Kamis, 08 Okt 2020 08:41 WIB
MK dinilai berpeluang batalkan total isi UU Cipta Kerja

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah meyakini, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai 'The Guardian of Constitution atau Penjaga Konstitusi' akan membatalkan seluruh isi dari Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan DPR pada Senin (5/10). 

Sebab UU tersebut melampaui tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya. Selain itu, masih kurangnya sosialisasi RUU Omnibus Law Cipta Kerja sebelum disahkan secara cepat oleh DPR.

"Omnibus Law itu, otomatis jelas melanggar konstitusi  karena prinsipnya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang itu enggak boleh. Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialisasi, tetapi harusnya pakai Perppu dan diuji di DPR," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/10).

Apalagi UU Cipta kerja ini bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang. Selain melanggar konstitusi, UU Cipta Kerja ini juga merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-jelas melanggar HAM.

"Ini bukan open policy, tetapi legal policy. UU Cipta Kerja dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi," tegasnya.

Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini mengaku, tidak habis pikir dengan bisikan para penasihat hukum dan tata negara Presiden Joko Widodo yang lebih mendorong pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU, daripada mengajukan Perppu atau melakukan sinkronisasi aturan teknis.

"Mohon maaf, penasehat hukum dan tata negaranya Jokowi kurang pintar. Jokowi itu bukan lawyer atau ahli hukum, mestinya ahli hukum yang harus dengar Jokowi. Ini Jokowi yang enggak mau dengar ahli hukum atau ahli hukumnya yang tidak mau dengerin Jokowi. Tetapi kelihatannya ada pedagang yang didengar oleh Jokowi daripada ahli hukumnya," tandas Fahri.

Fahri berpendapat apabila UU Cipta Kerja ini dibatalkan secara keseluruhan oleh MK, maka bisa menimbulkan kekacauan pada aturan lain yang terkait.

Sponsored

"Kalau di judicial review di Mahkamah Konstitusi, misalnya hakimnya menjatuhkan putusan isinya dibatalkan total, maka aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Omnibus Law Cipta Kerja ini," katanya.

Karena itu, ada baiknya Presiden Jokowi tidak otoriter dalam menerapkan UU Cipta Kerja. Jokowi harus mengumpulkan semua pihak duduk satu meja dan berbicara mengenai UU Cipta Kerja, sehingga publik bisa memiliki pemahaman yang sama dengan pemerintah.

"Itu bisa disiasati. Tidak usah menjadi otoriter kalau sekedar  mengajak rakyat berpartisipasi dalam pembangunan. Tidak perlu otoriter, ajak semua ngobrol agar memahami kepentingan untuk akselerasi kita. Saya kira semua akan ikut mendukung," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid