MUI bandingkan pelanggar prokes HRS dengan Pilkada 2020
Dalam konteks pilkada dari beberapa berita di media jumlah petugas KPPS yang sudah terbukti positif Covid-19 sebanyak 79.000 orang.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama (Waketum MUI) Anwar Abbas merespons penahanan Habib Rizieq Shihab (HRS) sebagai tersangka pelanggar protokol kesehatan (Prokes) Covid-19. Dia mendesak kepolisian membuka data terkait kerumunan dan membandingkan dampak kerumunan HRS dengan Pilkada Serentak 2020.
"Karena adanya kerumunan-kerumunan, sebaiknya pihak kepolisian memiliki data berapa korban jatuh sakit dan/atau meninggal gara-gara kerumunan-kerumunan yang telah terjadi tersebut, termasuk kerumunan HRS. Kemudian, data-data korban jatuh sakit atau meninggal akibat dari kerumunan tersebut dibandingkan," ujar Anwar dalam keterangan tertulis, Minggu (13/12).
Terkait Pilkada Serentak 2020, kata Anwar, berbagai elemen masyarakat telah mengingatkan pemerintah agar melakukan penundaan. Namun, pemerintah tetap ngotot menggelar pilkada. Imbasnya, terjadi banyak kerumunan saat kampanye dan pencoblosan.
"Pertanyaannya, siapa yang akan dijadikan tersangka dalam hal ini oleh pihak kepolisian? Apakah mereka bisa terbebas dari tuntutan hukum? Sebagai anak bangsa yang cinta terhadap negerinya, kita perlu mempertanyakannya karena kita lihat apa yang mereka lakukan adalah persis sama dengan yang dilakukan oleh HRS," tutur Anwar.
Dalam konteks kerumunan di tengah pandemi Covid-19, kata dia, sudah sepatutnya mempertanyakan perbandingan jumlah korban jatuh sakit atau meninggal gara-gara kerumunan HRS dan Pilkada Serentak 2020.
"Sampai sekarang saya belum tahu jumlah korban sakit dan meninggal dari acara yang diselenggarakan oleh HRS dan oleh pihak lainnya. Tapi dalam konteks pilkada dari beberapa media saya tahu bahwa jumlah petugas KPPS yang sudah terbukti reaktif covid 19 adalah 79.000 orang dan yang meninggal juga cukup banyak," bebernya.
Jika HRS menjadi tersangka dan ditahan, kata Anwar, maka kepolisian harus pula menetapkannya pada kasus kerumunan Pilkada 2020. Dia meminta, penegakan hukum yang tidak menimbulkan bencana dan malapetaka.
"Itu (bencana dan malapetaka akibat tebang pilih penegakan hukum pelanggar Covid-19) jelas sama-sama tidak kita inginkan," ucapnya.