sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

MUI serukan masyarakat sipil ajukan uji materi UU Ciptaker ke MK

Para hakim MK agar tetap istiqomah menegakkan keadilan, menjaga kemandirian, marwah, dan martabatnya.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 09 Okt 2020 10:08 WIB
MUI serukan masyarakat sipil ajukan uji materi UU Ciptaker ke MK

Seruan menggugat Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipker) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terus menggema. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong berbagai elemen masyarakat sipil untuk mengajukan uji materi ke MK.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, Anwar Abbas mengingatkan, para hakim MK agar tetap istiqomah menegakkan keadilan, menjaga kemandirian, marwah, dan martabatnya. "Sebagai hakim yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Mahkamah Ilahi di yaumil mahsyar," kata Anwar Abbas dalam keterangan tertulis, Jumat (9/10).

MUI menolak UU Ciptaker, menurut dia, karena lebih banyak menguntungkan para pengusaha, cukong, investor, dan asing. Ironisnya, Pasal 33 ayat 3 UUD tahun 1945 justru menyatakan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Di sisi lain, MUI juga meminta, aparat kepolisian menjaga dan melindungi hak asasi manusia (HAM) para demonstran. Unjuk rasa untuk menyampaikan pendapat di muka umum telah dilindungi konstitusi. 

Namun, MUI tetap mengimbau, para pengunjuk rasa tidak melakukan tindakan anarkis dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. "MUI meminta, Presiden Jokowi dapat mengendalikan suasana keamanan dan ketertiban masyarakat saat ini dengan menghargai HAM warga negara dan jangan membiarkan aparat keamanan melakukan tindakan brutal dan tindakan tidak terkontrol dalam menangani unjuk rasa," bebernya.

Sebelumnya, PBNU menilai UU Ciptaker memperkuat monopoli sertifikasi halal kepada satu lembaga. UU Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan dalam UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). 

Pasal 33 UU JPH tidak diatur batas waktu penetapan kehalalan produk. Namun, Pasal 48 UU Cipta Kerja menetapkan batas waktu paling lama tiga hari untuk Sidang Fatwa Halal. 

Pasal 35A menyatakan, jika MUI tidak mampu memenuhi batas waktu yang ditentukan, maka (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dapat langsung menerbitkan sertifikat halal. Jadi, memungkinkan BPJHP langsung menerbitkan sertifikat halal tanpa melewati Komisi Fatwa MUI.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid