sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Nestapa jurnalis di tengah pandemi Covid-19

Survei IFJ, 866 jurnalis lepas dan tetap mengalami pemotongan gaji, kehilangan pekerjaan, serta penundaan gaji selama Covid-19.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 18 Mei 2020 16:40 WIB
Nestapa jurnalis di tengah pandemi Covid-19

Jurnalis merupakan garda terdepan dalam memberikan informasi coronavirus atau Covid-19. Mereka harus memastikan informasi akurat, memeriksa fakta simpang siur, hingga memastikan akuntabilitas dan transparansi anggaran pemerintah.

Koordinator Asia Tenggara untuk International Federation of Journalists (IFJ), Ratna Ariyanti mengatakan, peran penting jurnalis di tengah pandemi Covid-19 tidak sejalan dengan perlindungan dan kesejahteraannya.

Berdasar, survei IFJ terhadap 1.300 jurnalis di 77 negara, sebanyak 866 jurnalis lepas dan tetap mengalami pemotongan gaji, kehilangan pekerjaan, dan penundaan gaji selama pandemi Covid-19. Bahkan, pada level global 1/4 jurnalis merasakan tidak aman saat meliput, karena tanpa dibekali alat pelindung diri (APD) yang memadai. Misalnya, hand sanitizer atau masker.

"Pentingnya jurnalis tidak sebanding dengan perlindungan yang diberikan kepada mereka. Terutama, keamanan saat bekerja, karena hampir semua jurnalis kehilangan pendapatan dan pekerjaan," kata  Ratna, dalam diskusi virtual, Senin (18/5).

Di sisi lain, menurut dia, jurnalis sangat berpotensi terpapar depresi karena senantiasa bergulat dengan kecemasan. Dari risiko keselamatan, hingga kelangsungan hidupnya. 

Mengutip riset Center for Economic Development Study (CEDS), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran, 45,92% jurnalis mengalami gejala depresi. Masalahnya, industri pers yang telah terdistrupsi akibat teknologi digital, semakin terseok-seok di tengah pandemi Covid-19.

Di tahun sebelumnya, tren kekhawatiran jurnalis masih seputar kekerasan fisik. Misalnya, beberapa jurnalis dipukul saat meliput serangkaian demonstrasi. Terkini, jurnalis harus dihadapkan dengan risiko berlapis. 

Misalnya, rawan dikriminalisasi dengan Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Tantangan terhadap jurnalis masih sangat tinggi. Terutama, label bahwa mereka ingin menyebarkan informasi palsu,” ujar Ratna.

Sponsored

Dalam jagat dunia maya, menurut dia, jurnalis juga diserbu pasukan buzzer yang siap mendelegitimasi informasi mereka. Bahkan, berisiko menjadi korban doxing atau sebar data pribadi disebarkan tanpa izin yang bersangkutan dengan tujuan mengintimidasi.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid