sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Novel Baswedan: Isu Taliban untuk musuhi orang baik di KPK

Isu radikal dan Taliban di dalam KPK kali pertama dilontarkan Ketua IPW, Neta S. Pane, via keterangan persnya pada Mei 2019.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 27 Mei 2021 10:19 WIB
Novel Baswedan: Isu Taliban untuk musuhi orang baik di KPK

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengatakan, isu radikal dan Taliban merupakan isu yang disematkan untuk memusuhi orang-orang yang bekerja baik di lembaga antirasuah.

Isu ini kembali muncul di tengah polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN), yang sebelumnya menjegal Novel dan 74 penyidik KPK lainnya.

"Isu radikal dan Taliban adalah isu yang disematkan untuk memusuhi orang-orang yang bekerja baik di KPK," cuit Novel melalui aku Twitter @nazaqistsha, sebagaimana dikutip Alinea.id, pada Kamis (27/5).

Kedua isu tersebut pernah dimainkan pada akhir 2019 bersamaan dengan revisi Undang-Undang (UU) KPK yang mendapatkan penolakan dari mahasiswa dan kalangan sipil.

Novel menilai, isu radikal dan taliban tergolong berhasil membuat stigma. "Dan mengganggu kerja pemberantasan korupsi."

Istilah Taliban pertama kali dilontarkan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Neta S, Pane. Melalui siaran persnya pada Mei 2019, dia mengomentari surat terbuka dari 50-an penyidik Polri yang bertugas di KPK dan mempersoalkan pengangkatan 21 penyelidik menjadi penyidik independen di KPK.

Dalam suratnya, Neta menulis, terdapat perpecahan di KPK menjadi dua kubu, "polisi India" dan "grup Taliban". Polisi India merujuk pada penyidik KPK yang berasal dari institusi Polri. Sedangkan grup Taliban merujuk pada penyidik Novel Baswedan yang didukung Wadah Pegawai (WP) KPK. Kelompok ini juga dianggap militan karena kerap mempersoalkan kebijakan pemimpin.

Sebelumnya, Kepala Satuan Tugas (Satgas) Pembelajaran Internal KPK, Hotman Tambunan, meminta masyarakat tidak memberikan stigma negatif terhadap para pegawai lembaga antirasuah, seperti cap radikal hingga anti-NKRI.

Sponsored

Pernyataan itu disampaikannya usai menyerahkan laporan dugaan pelanggaran HAM dalam TWK KPK di kantor Komnas HAM, Jakarta, pada Senin (24/5).

"Tadi Ibu Komisioner (Komnas HAM) dan Bapak Komisioner telah memberitahukan, telah menginformasikan, bahwa jangan lagi ada stigma pada pegawai KPK. Stigma-stigma yang bersifat seperti radikalisme, yang bersifat pegawai KPK, terutama yang 75 orang tidak setia kepada Pancasila," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid