sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Novel Baswedan ungkap pertanyaan dan jawaban TWK pegawai KPK

"Memang penggunaan TWK untuk menyeleksi pegawai KPK adalah tindakan yang keliru," ujarnya penyidik senior KPK, Novel Baswedan.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 11 Mei 2021 18:13 WIB
Novel Baswedan ungkap pertanyaan dan jawaban TWK pegawai KPK

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menyebut, tes wawasan kebangsaan (TWK) bermasalah. Dia menengarai asesmen sebagai syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) tersebut digunakan untuk menyingkirkan para pegawai terbaik.

"Penjelasan yang akan saya sampaikan ini bukan hanya soal lulus atau tidak lulus tes, tapi memang penggunaan TWK untuk menyeleksi pegawai KPK adalah tindakan yang keliru," ujarnya secara tertulis, Selasa (11/5).

Mengenai pernyataan pimpinan KPK yang menyampaikan ada 75 pegawai tak lolos TWK, Novel berpendapat, publik perlu tahu apa itu TWK dan apa yang menjadi ukuran untuk lulus.

"Kebetulan saya disebut sebagai salah satu dari 75 pegawai KPK yang katanya tidak lulus TWK tersebut. Dan saya masih ingat apa saja pertanyaan dan jawaban saya dalam tes tersebut," jelasnya.

"Dengan demikian, menyatakan tidak lulus TWK terhadap 75 pegawai KPK yang kritis adalah kesimpulan yang sembrono dan sulit untuk dipahami sebagai kepentingan negara," ucapnya.

"Sekali lagi, saya ingin tegaskan, bahwa tes TWK bukan seperti tes masuk seleksi tertentu yang itu bisa dipandang sebagai standar baku. Terlebih, ternyata pertanyaan-pertanyaan dalam tes TWK banyak yang bermasalah," imbuhnya. 

Menurut Novel, beberapa pertanyaan TWK pegawai KPK tidak cocok digunakan untuk menyeleksi yang telah bekerja lama, terutama di bidang pengawasan terhadap aparatur atau penegak hukum. Alasannya, pegawai komisi antisuap telah menunjukkan kesungguhan dalam bekerja menangani kasus korupsi yang merugikan hak masyarakat dan negara.

Dirinya berpendapat, TWK seperti itu revelan apabila dipakai untuk tes calon pegawai lulusan baru (fresh graduate). Namun, tak dibenarkan jika ada pertanyaan yang menyerang privasi, kehormatan, atau kebebasan beragama.

Sponsored

Berikut tiga contoh pertanyaan yang dianggap tidak relevan oleh Novel Baswedan dan jawabannya dalam TWK:

1. Apakah saudara setuju dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL)?

Saya merasa tidak ahli bidang politik dan ekonomi, dan tentunya karena (saya) adalah penyidik tindak pidana korupsi, saya lebih tertarik untuk melihat tentang banyaknya dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan listrik negara dan inefisiensi yang menjadi beban bagi tarif listrik.

2. Bila Anda menjadi ASN lalu bertugas sebagai penyidik, apa sikap Anda ketika dalam penanganan perkara diintervensi, seperti dilarang memanggil saksi tertentu dan sebagainya?

Dalam melakukan penyidikan tidak boleh dihalangi atau dirintangi karena perbuatan tersebut adalah pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan sebagai seorang ASN, saya tentu terikat dengan ketentuan Pasal 108 ayat (3) KUHAP, yang intinya pegawai negeri dalam melaksanakan tugas mengetahui adanya dugaan tindak pidana wajib untuk melaporkan. Sehingga, respons saya akan mengikuti perintah undang-undang, yaitu melaporkan bila ada yang melakukan intervensi.

3. Apakah ada kebijakan pemerintah yang merugikan Anda?

Sebagai pribadi, saya tidak merasa ada yang dirugikan. Tetapi sebagai seorang warga negara, saya merasa dirugikan terhadap beberapa kebijakan pemerintah, yaitu di antaranya adalah UU Nomor 19 Tahun 2019 yang melemahkan KPK dan ada beberapa UU lain yang saya sampaikan.

Hal itu saya sampaikan karena dalam pelaksanaan tugas di KPK saya mengetahui beberapa fakta terkait dengan adanya permainan/pengaturan dengan melibatkan pemodal (orang yang berkepentingan), yang memberikan sejumlah uang kepada pejabat tertentu untuk bisa meloloskan kebijakan tertentu. Walaupun ketika itu belum ditemukan bukti yang memenuhi standar pembuktian untuk dilakukan penangkapan, tetapi fakta-fakta tersebut cukup untuk menjadi keyakinan sebagai sebuah pengetahuan.

Sebaliknya, bila dijawab bahwa semua kebijakan adalah baik dan saya setuju, justru hal tersebut adalah tidak jujur yang bertentangan dengan norma integritas. Kita tentu memahami bahwa pemerintah selalu bermaksud baik, tetapi faktanya dalam proses pembuatan kebijakan atau UU seringkali ada pihak tertentu yang memanfaatkan dan menyusupkan kepentingan sendiri atau orang lain. Hal itu dilakukan dengan sejumlah imbalan (praktik suap) yang akhirnya kebijakan atau output UU tersebut merugikan kepentingan negara dan menguntungkan pihak pemodal (pemberi uang yang berkepentingan).

Berita Lainnya
×
tekid