sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

NU larang masjidnya di Jakarta disinggahi massa aksi 22 Mei

Warga Nahdliyyin diminta untuk tidak datang pada aksi 21 dan 22 Mei 2019 ke gedung KPU.

Annisa Saumi Kudus Purnomo Wahidin
Annisa Saumi | Kudus Purnomo Wahidin Minggu, 19 Mei 2019 20:06 WIB
NU larang masjidnya di Jakarta disinggahi massa aksi 22 Mei

Nahdlatul Ulama (NU) Provinsi DKI Jakarta mengintruksikan kepada seluruh takmir masjid yang berada di bawah naungan NU untuk menolak kehadiran massa aksi yang hendak unjuk rasa ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 21-22 Mei 2019. Langkah tersebut diambil sebagai upaya untuk menjauhkan masjid dari kegiatan politik. 

“Masjid itu merupakan sarana ibadah, bukan tempat berpolitisasi,” kata Ketua Lembaga Takmir Masjid Pengurus Wilayah NU DKI Jakarta, Husni Muhsin, melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Minggu, (19/5).

Selain imbauan untuk takmir masjid, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Helmy Faishal Zaini, menyarankan kepada seluruh warga Nahdliyyin untuk tidak datang pada aksi 21 dan 22 Mei 2019 ke gedung KPU. Menurutnya, lebih baik menggelar pengajian di rumah masing-masing untuk menjaga kondusifitas dan ketertiban.

“Mengimbau warga NU tidak perlu datang ke Jakarta untuk melakukan aksi. Lebih baik kesempatan di bulan Ramadan ini digunakan untuk perbanyak wirid dan menyemarakkan bulan suci dengan mengadakan kegiatan keagamaan dan pengajian. Mari bersama-sama menjaga situasi agar tetap kondusif, aman dan juga tertib," kata Helmy. 

Selain itu, Helmy juga mengimbau kepada seluruh warga NU untuk menghormati apa pun hasil yang diputuskan oleh KPU. Ia pun menyarankan kepada pihak yang keberataan terhadap hasil pemilu untuk melakukan langkah-langkah hukum secara kontitusional yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

“Mari menjadi warga negara yang baik dengan tetap mematuhi keputusan tersebut serta menghargai proses demokrasi melalui pemilihan umum yang sudah dilakukan bersama-sama,” kata Helmy. 

"Kalau keberatan dengan hasil pemilu agar menempuh jalur hukum ke Mahkamah Konstitusi.”

Imbauan serupa juga disampaikan Ketua Dewan Penasihat Majelis Nasional KAHMI, Akbar Tandjung. Akbar meminta semua pihak menghormati keputusan KPU terkait hasil penghitungan suara pilpres yang akan diumumkan pada 22 Mei 2019.

Sponsored

“Saya kira UU tentang pemilu sudah jelas betul, karena itu keputusan dari KPU terkait penghitungan suara, harus kita hormati," kata Akbar. 

Menurut Akbar, seandainya ada pihak yang tidak setuju dengan keputusan KPU dan mempunyai bukti-bukti terjadinya penyimpangan, Akbar menyarankan pihak tersebut untuk melapor pada institusi seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Akbar pun tak melihat relevansi untuk melakukan people power karena negara telah menyediakan institusi resmi sebagai tempat untuk menggugat atau protes.

“Gunakan institusi yang ada itu. Nanti itu semua membuat kita mampu meningkatkan kualitas demokrasi kita," kata Akbar.

Walaupun tak melihat relevansi gerakan people power, Akbar melihat ajakan tersebut tak bakal menganggu stabilitas nasional. Akbar melanjutkan, sah-sah saja bagi seseorang untuk menyatakan pendapata selama masih dalam ketentuan konstitusi.

"Konflik memang tidak bisa dihindari, tetapi kita juga harus mampu menciptakan satu manajemen konflik, dan manajemen konflik itu juga harus melalui kelembagaan juga, melalui institusi juga," ujar Akbar.

Akbar juga meminta aparat keamanan seperti TNI dan Polri berlaku adil berdasarkan aturan-aturan yang telah diterapkan sesuai dengan kelembagaan masing-masing institusi tersebut.

Berita Lainnya
×
tekid