sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ombudsman temukan banyak potensi malaadministrasi tata kelola-pengawasan izin pinjam pakai kawasan hutan

Berdasarkan data KLHK, jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya, terkhusus untuk kegiatan pertambahan dan nonpertambangan.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 06 Jan 2022 16:42 WIB
Ombudsman temukan banyak potensi malaadministrasi tata kelola-pengawasan izin pinjam pakai kawasan hutan

Ombudsman Republik Indonesia (RI) menyerahkan hasil kajian tata kelola dan pengawasan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Investasi / BKPM, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada Kamis (6/1).

Berdasarkan data KLHK, jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya, terkhusus untuk kegiatan pertambahan dan nonpertambangan. Rinciannya, sebanyak 49.235.50 IPPKH terbit pada 2018; 66.311.87 IPPKH pada 2019; 81.224.47 IPPKH pada 2020; serta 104.401.71 IPPKH pada 2021.

Berdasarkan hasil kajian, Ombudsman RI menemukan setidaknya 5 potensi maladministrasi. Yaitu, penundaan berlarut dalam IPPKH; tidak seragamnya persyaratan permohonan rekomendasi Gubernur daerah mengenai IPPKH; kurangnya aksesibilitas informasi proses permohonan IPPKH dan belum optimalnya penggunaan sistem Online Single Submission (OSS) IPPKH/P2KH;

Kemudian, belum adanya penyebarluasan informasi Geospasial Tematik (IGT) Kehutanan terkait peta IPPKH dalam Kebijakan Satu Peta (KSO) dan informasi realtime kuota IPPKH; serta sosialisasi yang belum menyeluruh terkait perubahan kebijakan dan prosedur teknis pada kebijakan baru.

Dari aspek pengawasan, Ombudsman RI menemukan adanya alokasi anggaran yang tidak memadai dan potensi hasil pengawasan yang tidak independen; adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM) petugas pengawas, sehingga memperlama prosedur telaah kawasan; serta kendala pelaksanaan kewajiban terutama rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Hal ini terjadi karena beberapa kendala yaitu penyediaan lahan rehabilitasi, jangka waktu penilaian yang diniliai terlalu singkat serta kurang optimalnya tugas dan kewenangan BPDASHL (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) dalam pengawasan,” ujar Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto dalam keterangan tertulis, Kamis (6/1).

Ombudsman RI memberikan Saran Perbaikan agar dapat ditindaklanjuti selama 30 hari kerja. Kepada KLHK dan dan Kementerian Investasi/BKPM agar menetapkan persyaratan yang spesifik, mudah dipahami, dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku P2KH yang dituangkan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) pada setingkat Provinsi melalui DMPTSP. Selain itu, melakukan harmonisasi SOP, terutama mengenai jangka waktu pelayanan terkait pertimbangan teknis dan telaah fungsi kawasan dalam rangka transformasi mekanisme perizinan ke sistem OSS.

Lalu, Ombudsman RI meminta mempercepat proses transformasi dan integrasi IPPKH/P2KH ke dalam ISS yang dapat diakses secara transparan dan mudah oleh pemohon. Di sisi lain, juga mempercepat tahapan sosialisasi terkait teknis pelayanan P2KH berdasarkan ketentuan dan kebijakan yang baru ditunjuk bagi pelaksana di lapangan.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid