sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Omnibus Law dinilai beri karpet merah tenaga kerja asing dan pengusaha

"Kalau sampai TKA datang ke sini menjadi buruh kasar kan tidak masuk akal," kata Iqbal dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta.

Valerie Dante
Valerie Dante Sabtu, 28 Des 2019 22:01 WIB
Omnibus Law dinilai beri karpet merah tenaga kerja asing dan pengusaha

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal khawatir, imbas Omnibus Law yang berkenaan dengan pembebasan tenaga kerja asing (TKA) buruh kasar.

Iqbal menjelaskan, Keputusan Menaker Nomor 228 Tahun 2019 menjabarkan 157 sektor yang dapat dimasuki TKA. Omnibus Law ingin membebaskan status TKA, dalam arti tidak membedakan antara TKA buruh kasar dengan high skilled workers.

"Kalau sampai TKA datang ke sini menjadi buruh kasar kan tidak masuk akal," kata Iqbal dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Sabtu (28/12).

Pemerintah tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Karya yang akan merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Presiden Jokowi menargetkan RUU tersebut dapat diserahkan ke DPR pada pertengahan Januari 2020.

Menyambung Iqbal, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mira Sumirat memaparkan, pada periode 2016-2019, jumlah TKA di dalam negeri sudah hampir menembus angka satu juta.

"Masalahnya, TKA di sini justru buruh kasar. Sebenarnya pekerjaan mereka bisa dikerjakan oleh buruh Indonesia," kata Mira.

Di samping itu, Iqbal menilai, Omnibus Law sangat berpihak kepada pengusaha dan merugikan kaum buruh. Dia berpesan kepada Presiden Jokowi untuk tidak memberikan "karpet merah" berlebihan bagi pengusaha.

"Sifat pengusaha itu seperti drakula, mereka mengisap darah dan hanya akan berhenti ketika sudah kenyang. Melalui Omnibus Law, tiba-tiba pengusaha datang dengan jargon investasi dan melakukan perombakan yang merugikan posisi buruh," tutur dia.

Sponsored

Dia meminta para pengusaha untuk tidak menjadi "drakula bisnis" yang ingin mengambil semuanya.

Iqbal menekankan bahwa KSPI tidak menolak Omnibus Law secara keseluruhan, tetapi hanya klaster ketenagakerjaan yang merugikan buruh.

"Kami minta DPR menghapus klaster itu dengan pertimbangan akan merugikan buruh. KSPI tidak menolaknya mentah-mentah, mungkin memang ada klaster-klaster lain yang menguntungkan investor," kata Iqbal.

Terdapat 11 klaster dalam RUU tersebut, di antaranya terkait pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan persyaratan investasi.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid